TAMESHIWARI & PERTANDINGAN KARATE

TAMESHIWARI & PERTANDINGAN KARATE
 

Tulisan ini bermaksud ingin meluruskan pengertian yang benar dalam Dunia Karate Seni Beladiri mengenai maksud dan tujuan melakukan Tameshiwari dan Pertandingan Karate Olah Raga. (Prestasi).
 

TAMESHIWARI
Bagi orang awam atau mereka yang tidak memahami bahkan tidak pernah bersentuhan dengan Seni Beladiri Karate, dimananapun didunia ini umumnya sangat kagum dan tertarik melihat seorang memperagakan` Tameshiwari ` yang sering digandengkan dalam suatu pertunjukan Karate. Entah pertandingan ataupun sekedar demonstrasi,sehingga Karate sering diidentikan dengan Tameshiwari.Seolah olah Karate itu Tameshiwari dan Tameshiwari adalah Karate.
Tameshiwari adalah` Tehnik memecah belah benda keras dengan organ tubuh` umpamanya; dengan tangan,menggunakan kaki atau juga kepala yang sering melengkapi dan menyertai pertandingan atau demonstrasi karate. Tameshiwari dipersiapkan sebelumnya dengan baik sehingga hasilnya terlihat sangat spektakuler dan dahsyat. Pada umumnya yang menjadi obyek memang benda statis sehingga konsentrasi, pengerahan tenaga,kekuatan dan kecepatan (power,strength and speed ) bisa dilakukan berbarengan dengan baik dan nyaris sempurna kearah titik fokus sasaran. Karena obyek bukan benda bergerak, maka titik sasaran bisa dikenai dengan jitu dan tepat.Akibatnya, tameshiwari bisa dilakukan dengan baik dan berhasil.Amat berbeda seumpama targetnya bergerak. Pemandangan yang mendebarkan ini sering menyebabkan orang yang menonton terbelalak sambil mengeluarkan desahan suara …waaah,hebat !. Karena rasa kagum.

Master Oyama, sebagai Founding Father Kyokushinkai Karate (Bapak Pendiri) adalah orang yang layak disebut sebagai Pionir dalam mempopulerkan tehnik pemecahan benda benda keras ini khususnya pada abad ke 20, terutama setelah Perang Dunia II. Ketrampilan ini sudah dipersiapkan melalui latihan keras jauh sebelumnya.Kekuatan dan keampuhan khususnya bagian tangannya (Shuto – Pisau Tangan) dan Seiken (Kepal Tangan) terkenal amat dahsyat.Memecah belah / mematahkan benda benda keras yang diperagakan pada mula kebangkitan Sistim Aliran Kyokushin ini sering merupakan demonstrasi yang jarang dilakukan karateka lain yang lahir dengan sistim berbeda sebelumnya.Demonstrasi seperti ini sering diperagakan didalam negeri maupun di luar Jepang yaitu dengan mengadakan tour ke ke A.S. khususnya, sebagai pintu gerbang utama yang memunginkan segala sesuatu cepat dikenal secara mendunia apabila mendapat perhatian dan respons baik serta sambutan masyarakat dan mass media Negara Paman Sam ini.
Kenyataan memang demikian dan keadaan ini sangat disadari oleh `Pendobrak` kelesuan minat dunia pada Karate,baik menjelang dan khususnya setelah Perang Dunia II berakhir.Karate saat itu dianggap oleh masyarakat luas hanya sebagai `Shadow dancing` dan Macan Ompong.Jauh ditinggalkan kepopulerannya oleh Seni Beladiri yang lain seperti Judo,Jujitsu. Terutama di Tanah Air karate masih jauh dari kata dikenal,kecuali melalui berita berita yang samar samar. Karate mulai masuk Indonesia sekitar tahun 1964,yaitu aliran Shotokan yang dibawa oleh Bapak Drs.Baud A.D.Adikusumo dan kemudian oleh beberapa Karateka lain setelah mereka menyelesaikan studynya di Jepang.Kebanyakan beraliran Shotokan yang merupakan aliran tertua di Jepang dan ada juga yang masuk hampir bersamaan dari aliran Goju Ryu dan Wadokai.

Berbagai kelebihan yang ada pada dirinya sulit ditandingi orang lain dalam bertameshiwari terhadap obyek yang luar biasa dan tidak umum, dilakukannya dengan mendemonstrasikan kemampuannya melalui tehnik serta tenaga,kekuatan dan kecepatannya. Bertanding dengan orang orang kuat serta keistimewaan Karate Chopnya (Pukulan Shuto) dan Tinjunya (Pukulan Seiken) yang dahsyat tak ada duanya sehingga oleh press terkemuka di Amerika Serikat pernah digelari `The strongest man in the world`. Manusia terkuat di dunia dan kehebatan pukulan Shuto dan Seikennya (tangan) digelari `The hand of gods` (Tangan Dewa). Kenyataan ini, pada saat Master Oyama mulai memperkenalkan Kyokushinkai Karate di dunia harus diakui dan merupakan realita. (Saat itu lebih dikenal dengan `OYAMA KARATE`).Pada waktu saya tahun 1970 mendarat di Haneda Airport, terbukti pemerikaan oleh Pengawas Bandara terhadap barang barang bawaan di pintu menjelang keluar tidak dilanjutkan saat melihat badge di jaket saya karena pertanyaan :`OYAMA KARATE?` saya jawab :`Yes`.Padahal saat itu bawaan cukup banyak karena berrencana tinggal dan memperdalam Kyokushinkai Karate di KYOKUSHINKAI – KAN TOKYO HONBU (Tokyo Head Quarters) yang langsung dibawah pengawasan Founding Father aliran ini.Satu bukti bahwa `OYAMA KARATE ` dikenal dan disegani serta mendapat kepercayaan di negaranya. (Saat itu saya sudah mengenal dan mempelajari Karate sejak 1964 dari Yoshida Sensei dan sudah merintis Perguruan PEMBINBAAN MENTAL KARATE – GO NO SEN – di Kota Batu,Malang). Banyak pengamat Seni Beladiri memujinya karena di abad baru (abak 20) jarang ada orang yang setangguh dirinya yang selalu sanggup menghidangkan tehnik pemecahan / mematahkan benda keras dengan power yang besar melalui sistim latihan karatenya secara nyata dan pada waktu itu sungguh sangat mencengangkan khalayak umum.Belakangan sistim OYAMA ini diberi predikat dengan `Full Contact System` dan nama Kyokushinkai Karate yang sekarang sudah dikenal luas di dunia (Worldwide Kyokushinkai Karate). Semua hasil yang menakjubkan dunia ini berkat latihan yang lama,keras dan tekun.Adegan yang ditampilkan baik tehnik karate maupun power,strength dan speed ini memang terlihat luar biasa (incredible ) sehingga waktu itu cukup menarik bagi mereka khususnya yang awam dalam Seni Beladiri Karate maupun Seni Beladiri umumnya. Sesuatu yang murni dilakukan manusia tanpa mengunakan trick dan rekayasa.
Semua ini menempatkan dirinya pada ranking teratas sebagai seorang Karateka sepanjang masa. Master Oyama meninggal bulan Maret 1994 di Tokyo.

Merupakan hal yang biasa,ada juga orang orang yang mencemooh kebesarannya dalam karate dan bahkan di Tanah Air saat itu ada yang menghinakan Master Oyama sebagai Karateka Gadungan.Tetapi dunia mengakuinya dan bahkan Perdana Menteri Jepang Eisaku Sato yang popular sekitar tahun 1960 – an bersedia duduk sebagai Ketua Kehormatan Aliran Baru ini dan banyak Tokoh Tokoh Dunia dan orang orang terpandang di Jepang sendiri besedia ikut sebagai Penasehat Internasional dan Committee KYOKUSHINKAI – KAN Tokyo Honbu ini yang masih muda usianya dibandingkan aliran lain yang mendahuluinya. Gadungankah mereka itu semua sehingga mau terlibat dalam Organisasi Karate Baru ini. Rasanya mustahil kalau demikian banyak tokoh dunia bersedia ambil bagian dalam organisas baru yang dipimpin seorang Karateka Gadungan. Lebih tepat dan pantaslah mereka yang menyebut Master Oyama sebagai `Karateka Gadungan` ini adalah dirinya sendiri yang gadungan!.

Tidak berlebihan dan harus diakui; melalui demonstrasi kedahsyatan Seni Beladiri Karate dan Tameshiwari untuk membangkitkan serta mengembalikan gairah dan minat dunia pada Karate cukup berhasil dan secara tiba tiba mendongkrak nama Seni Beladiri ini yang sebelumnya lesu tanpa darah segera bangkit dan meningkat dengan pesat ke tangga paling atas diantara Seni Beladiri yang lain di dunia. Suatu fakta dalam Sejarah Karate Baru.

Master Oyama lahir di Korea pada tahun 1923 pada saat Master Gichin Funakoshi sebagai `Pionir` Karate modern membawa masuk dan memperkenalkan Seni Beladiri ini dari Pulau Okinawa yang dikenal dengan nama Okinawa te (Tangan orang Okinawa) ke Jepang yang akhirnya diberi nama `Karate` (Kara = Kosong,Te = Tangan).Aliran Shotokan yang dikembangan Master Gichin Funakoshi, Bapak Karate Modern ini merupakan Aliran Tertua Karate yang tumbuh di Jepang. Di Pulau Okinawa memang dikenal tiga kelompok Seni Beladiri yang menamakan diri sebagai : Naha te,Tomari te dan Okinawa te.Tetapi keluar terkenal sebagai Okinawa te. (Tangan Orang Okinawa).Apabila kami tidak salah,hingga kini Aliran Shotokan ini yang kemudian dilanjutkan oleh Prof.Nakayama yang cukup dikenal dan di Indonesia oleh YAYASAN INKAI sebagai Karate – Do Tradisional yang dipimpin Bapak Drs.Sabeth Mukhsin yang datang tidak lama setelah karate pertama masuk Indonesia 1964 itu. Okinawa te yang mungkin keras,kasar,kurang sistimatis dan tidak tertata secara ilmiah, dibenahinya.Kejadian ini seperti halnya Ju Jitsu yang dimodernisir dan diilmiahkan serta disusun secara lebih sistimatis menjadi Judo oleh Prof.Jigoro Kano dan bisa dipertandingkan menjadi Judo Olah Raga yang kita kenal hingga sekarang.. Prof.Morihei Uyeshiba memperkenalkan Aiki Do untuk kalangan elite dan atas serta para bangsawan saja saat itu.Beberapa tokoh seni beladiri memperkenalkan sistimnya seperti Master Gogen Yamaguchi dengan Goju Ryunya,Master Kenwa Mabuni dan lain lain.Semua ini jauh sebelum Master Oyama menapakkan kakinya maju kedepan dengan Aliran dan Sistim Barunya dalam dunia karate dengan Kyokushikai Karatenya.
Di Jepang memang terdapat puluhan macam aliran karate setelah itu tetapi hanya beberapa yang bertahan dan dikenal luas di dunia hingga kini.
Dalam melakukan Tameshiwari,walau semua itu sudah dipersiapkan dengan baik dan maksimal masih juga terjadi kegagalan kegagalan.Kejadian seperti ini memang wajar dan manusiawi. Hal ini diakuinya sendiri oleh beliau karena kekurang cermatan akan obyek yang dijadikan sasaran dan adanya sikap meremehkan terhadap obyek sasaran itu sendiri. Memang, untuk melakukan semua ini harus diperhatikan disamping tehnik yang benar,pengamatan terhadap obyek yang jitu dan teliti, juga sikap mawas diri dan tidak meremehkan sasaran seperti dialaminya saat berdemonstrasi di A.S. Master Oyamapun pernah mendapat malu karena kerobohannya ini.Semua yang dilakukan harus bukan sekedar untung untungan apalagi dengan trick dan rekayasa yang dilakukan beberapa orang yang ikut ikutan saat itu sekedar untuk mencapai popularitas sesaat dan dangkal serta bertujuan hanya untuk mengeruk keuntungan finansial yang bahkan tidak jarang menimbulkan tawa dan ejekan.
Master Oyama cukup sportif juga dan mengakui,dirinya yang demikian perkasa pernah juga babak belur dikeroyok beberapa pemuda gang hingga terpaksa dirumah sakitkan.Wajar sebagai manusia. Tiada sesuatu yang mutlak kecuali Tuhan Yang Maha Kuasa.

Usaha mencari popularitas dan keuntungan materi terjadi pada Peristiwa Bandot Rahardo yang mencoba memukul dan mematahkan tanduk sapi jantan yang tidak seberapa besar di Senayan sekitar tahun 1960 umpamanya, yang gagal total dan demonstrasi demonstrasi pemecahan benda keras hasil trick dan rekayasa yang kemudian bermunculan disana sini dan sering justru memancing kekecewaan dan cemooh.
Mater Oyama telah mematahkan tanduk sapi jantan dengan Pisau Tangan dan memukul dahi beberapa sapi jantan juga hingga lumpuh berjumlah puluhan pada masa itu.Sekedar untuk membuktikan kemampuannya.Sulit untuk ditandingi segala kelebihannya ini.
Manusia sering tidak mau mengakui kelebihan orang lain.Ini masih wajar dan manusiawi.Tetapi merendahkan pihak lain dan melecehkan hanya atas dasar rasa kedengkian karena dirinya tidak sanggup menandingi kelebihanini,tidak mau mengakui kenyataan,bahkan mencemoohkannya, adalah sifat manusia yang rendah dan tidak terpuji.

Segera,setelah apa yang dilakukan oleh Pendiri Aliran Kyokushin Karate ini,di dunia muncul tiruan tiruan dan tehnik tehnik imitasi yang berbau penipuan dengan berbagai trick dan rekayasa. Semuanya ini bukan hasil usaha yang tekun dan murni karena kekuatan phisik dan mental yang terbentuk melalui latihan yang berat dan dicapai dalam jangka waktu yang cukup panjang,tetapi sekedar ingin populer secara mendadak dan mencampur adukan pengertian yang sebenarnya dengan sesuatu pandangan yang keliru sehingga menimbulkan kerancuan malahan sering mengakibatkan pandangan yang salah dari masyarakat luas terhadap `apa itu karate`. Dikira oleh umum asal seseorang dapat melakukan Tameshiwari,maka dia adalah seorang Karateka.Bukan sedangkal nilai nilai seorang karateka.

Dalam perkembangan Aliran Karate Baru dari timur (Kyokushinkai Karate) yang dirintis Master Oyama ini memang sering diikuti demonstrasi `Tameshiwari` yang disandingkan dan dibaurkan dalam pertandingan karate atau demonstrasi tehnik karate sebagai daya tarik bagi pemerhati dan penonton.Untuk sekedar menunjukan keunggulan akibat latihan yang berat dan lama. Pengertian yang benar perlu ditempatkan pada posisi yang benar pula; yaitu : Walau Tameshiwari memang sesuatu yang mempunyai daya tarik yang cuikup tinggi dan sering berdampingan dengan kegiatan Karate,tetapi tetap harus diluruskan pengertiannya; bahwa : Tameshiwari,tetap tidaklah identik dengan Seni Beladiri Karate.Bukan seni karate.Tameshiwari itu hanya sebagai ` Side Show ` – Pertunjukan Sampingan – belaka..

Mengapa ?
Tidak perlu harus seorang Karateka atau seorang expert Seni Beladiri untuk bisa menguasai tehnik dan melakukan Tameshiwari. Siapapun bisa dan bahkan mungkin lebih hebat dibanding seorang karateka atau orang yang mendalami salah satu Seni Beladiri apapun, apabila ia mengkhususkan diri berlatih dan mempersiapkannya dengan baik dan sunguh sungguh untuk jangka waktu yang lama dan matang,tekun dan menguasainya serta memahami tehniknya.. Bahkan ada orang yang mempunyai kemampuan dan bakat alam yang luar biasa pada kepalanya (biasanya pada bagian sekitar dahi) sehingga mampu memecah berantakan benda benda keras dengan kekuatan batok kepalanya.(Memecah benda keras dengan kepala ini sering dilakukan oleh mereka yang memiliki kelebihan khusus pada kepala yang disebut `Rock Headed`.Tidak setiap orang berkemampuan demikian ini).
Jadi,sekali lagi,untuk melakukan Tameshiwari tidak monopoli seorang karateka atau orang yang expert Seni Beladiri,bahkan banyak orang yang samasekali tidak berkemampuan menampilkan keakhlihan berkarate serta jauh dari memilki sikap mental seorang karateka,tidak mustahil mempunyai kemampuan yang mungkin menakjubkan juga. Siapapun bisa melakukan asal mau berlatih keras.
Akibat kesalah fahaman dan salah anggapan yang sudah jauh masuk dalam pikiran orang awam serta mereka yang tidak memahami arti sesungguhnya hubungan antara Tameshiwari dan Seni Beladiri Karate,sering timbul pendewaan dan mengagung agungkan kebisaan ini sehingga seorang yang sanggup memecah belah benda benda keras dengan organ tubuhnya lalu digelari `Jago Karate`. Nilai seorang karateka jadi merosot dan dangkal.
Memang,seorang karateka yang terbina dengan baik,lengkap dan berimbang, setidak tidaknya mempunyai kemampuan melakukan `Tameshiwari` sekedar sebagai pelengkap ilmunya demi untuk memenuhi syarat bahwa arti `KARATE` adalah `TANGAN KOSONG`. Senjata utama seorang karateka memang adalah bagian badannya,khususnya bagian tangan untuk membela diri.Umpama Seiken (Kepal Tangan) dan Shuto (Pisau Tangan) yang berfungsi menonjol dan dominan disamping kegunaan kaki. Kedua bagian tubuh ini terasa paling praktis untuk membela diri dan melumpuhkan lawan.Kaki berguna dan seyogyanya tidak diabaikan kemampuannya karena kekuatan kaki bisa berlipat ganda dari tenaga tangan asal terlatih.

`Tameshiwari` bukan bukti dan bukan syarat utama apalagi diutamakan melebihi yang lain pada Seni Karate yang benar.Pembinaan Phisik – Mental Spiritual dengan Latihan Dasar. Drill pada Basics Training yang berupa Tendangan,Pukulan dan Tangkisan di tempat dengan mantap dan terus menerus serta dilengkapi dengan latihan latihan yang saling berkaitan serta diisi norma norma sesuai falsafah `Bushido` yang tidak membabi buta untuk menjadi seorang Karateka lahir bathin,menjaga keseimbangan dalam perbandingan baik bermacam gerakan dan kombinasinya serta menekankan Pembinaan Sikap Mental – Spiritual seperti :Berkepribadian, percaya diri, pandai menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan Oshi Shinobu ( mengedepankan kesabaran,tahan menderita) serta point point penting dalam falsafah dasar tadi, itulah yang menjadi ukuran dasarnya. Inilah makna belajar karate sesungguhnya,bukan terfokus pada kemampuan bertameshiwari seperti sering terjadi karena salah tafsir.
Sebagai perbandingan contoh yang mudah kita mengerti, dikatakan bahwa : Macan adalah binatang, tetapi kalau kita menyebut binatang,belum tentu harus seekor macan,bisa bermacam macam jenis satwa lain. Demikianlah;seorang karateka karena kesiapannya bisa melakukan `Tameshiwari` yang berimbang dengan kondisi phisiknya dan kemampuannya,tetapi sebaliknya, seorang yang sanggup melakukan `Tameshiwari` betapapun hebatnya, belum tentu seorang karateka, karena seorang karateka tidak diukur dan dinilai kemampuan lahiriah belaka atau sekedar kekuatan phisik yang dimilikinya, walau sanggup menampilkan kesuperiorannya yang mengagumkan.
Segala kekuatan phisik yang sekarang kita miliki adalah sesuatu yang hanya sanggup bertahan sekejab dalam perbandingan rata rata hidup manusia.Semua yang lahiriah segera akan layu dan sirna dengan makin bertambahnya usia menuju masa tua yang tak terbendung ini. Semuanya yang pernah kita miliki yang bersifat lahiriah hanya merupakan kenangan dimasa lampau.Musnah sudah segala kelebihan yang dahulu pernah kita banggakan dan kita miliki.
Seorang karateka seharusnya dinilai terutama pada sikap mental yang terbina dengan baik.Mental yang tahan uji ini bertahan dalam perjalanan hidupnya dan dibawa sampai akhir hayat.Sikap mental – spiritual ini lebih utama dan penting dibanding dengan yang ada pada rasa kebanggaan lahiriah sebagai kenangan masa lalu seperti pada olah raga lain,karena karate sebenarnya bukanlah sekedar olah raga prestasi.,tetapi sesuatu gemblengan lahir bathin yang bermakna dan lebih bernilai untuk bekal hidup kita.
Berlatih seni beladiri (karate).Mendalaminya dan memahami arti yang sebenarnya, berarti : Sanggup menekan nafsu dan mengendalikan diri sendiri yang sering bersifat ego sentris. Bukan malahan dengan menguasai Seni Beladiri,seseorang makin gampang mengumbar nafsu angkara murkanya bermodalkan kelebihannya, apalagi pamer diri secara penuh keangkuhan dan kecongkakan serta merasa bangga diri bisa melecehkan pihak lain khususnya terhadap mereka yang tak berdaya. Mencelakai sesamanya karena mengagung agungkan kelebihan dan kemampuan phisiknya.

Dalam salah satu point `Janji Karateka Perguruan` ada kalimat : Saya akan membela mereka yang lemah tetapi benar (membela dalam arti menghindarkan dari perbuatan angkara murka) …..Serta tidak akan memamerkan Seni Beladiri Karate ini secara tidak pada tempatnya.

PERTANDINGAN KARATE OLAH RAGA
Suatu Perguruan Karate tidak ada salahnya apabila pada waktu tertentu yang tepat menyelenggarakan Pertandngan Karate Olah Raga.;yaitu: Karate yang diolah ragakan.Artinya, dipertandingkan dengan batasan batasan yang jelas mana yang boleh dan tidak.Ada koridornya dikedua sisi sehingga segala yang dilakukan dalam suatu pertandingan karate ada batasan batasannya mana yang boleh dan mana yang dilarang. Peserta tidak diperbolehkan melanggar atau menyimpang dari garis Peraturan dan Ketentuan serta Kebiasaan yang sudah ditentukan terlebih dahulu, layakya dalam pertandingan Olah Raga lain. Ada Wasit dan Juri (Perwasitan).Ada Pengawas Tertinggi (Arbiter) dan ada yang mengatur jalannya Jadwal Pertandingan (Administrator Pertandingan).Semua ini untuk menjaga agar pertandingan berjalan sesuai yang sudah digariskan dan menghindari penyalahgunaan kesempatan yang bertentangan dengan peraturan yang sudah disetujui dan difahami bersama itu tadi.
Inilah yang dinamakan : Pertandingan Karate yang diolah ragakan (Karate Prestasi) yang agak berbeda dari pengertian karate sebagai `Seni Beladiri`.Tetapi masing masing dasar pemikiran yang mempunyai tujuan akhir berbeda ini,keduanya sama sama layak menyelenggarakan Pertandingan Karate Olah Raga seperti dijelaskan diatas tadi.

Sering timbul anggapan kalau dikatakan; karate sebagai `Seni Beladiri` diartikan bahwa seolah olah `Ilmu Karate` itu akan digunakan phisik lawan phisik,kekerasan lawan kekerasan dan adu keunggulan kemampuan tehnik dalam menghadapi lawan.Pokoknya,membela diri secara frontal.Face to face terhadap siapa saja yang dianggapnya mengancam keselamatannya. Padahal,pengertian belajar dan memperdalam Seni Beladir Karate itu yang penting dan merupakan tujuan akhir adalah;sanggup mengekang dan mengontrol diri serta menjauhi kekerasan dengan cara penampilan pribadi yang lembut dan mawas diri.Mencari kedamaian.Memperkuat rasa persaudaraan dan menjauhi kekerasan.Bukan menonjolkan kelebihan dirinya. Karate hanya digunakan dalam keadaan sangat terpaksa apabila tidak ada jalan lain untuk menghindarinya. Ingin menghindari peperangan,bersiaplah untuk berperang !

Salah satu `Janji Karateka Perguruan` dari tujuh buah yang ada berbunyi :
Saya hanya akan mempergunakan kekuatan saya dalam keadaan terpaksa untuk membela kehormatan diri pribadi atau orang lain yang pantas saya tolong dan tidak ada jalan lain untuk menghindarinya.
Motto Perguruan sejak lahirnya berbunyi:
1. Karateka menyesuaikan diri dengan lingkungannya,bukan sebaliknya.
2. Karateka menghormati masyarakat,masyarakat menghargai karateka.
Yang pertama menunjukkan sikap penyesuaian diri.Dunia kecil para karateka wajib menempatkan diri dan menyesuaikan gerak langkahnya dengan dunia besar.Yaitu masyarakat umum.
Yang kedua ini menunjukkan adanya rasa timbal balik akibat sikap karateka yang terpuji..

Kembali ke soal Karate Pertandingan Olah Raga.
Tujuan utama adalah; bagi Perguruan dan Organisasi didalamnya;untuk menyeleksi dan mempersiapkan karateka yang bisa diterjunkan pada event event besar layaknya Olah Raga lain yang mengejar prestasi tertinggi;yaitu `Juara`. Bagi Peserta (Partisipan) tentu saja untuk mengembangkan diri mencapai prestasi dalam karate olah raga,karena memang sesuai dengan bakat dan hobbynya.Karenananya diberikan sarana untuk ini.Setiap pertandingan olah raga merupakan sarana bagi seseorang untuk mencapai tingkat dan prestasi tertinggi. Hal ini wajar.Juara adalah sebutan yang bergengsi dalam tiap pertandingan olah raga. Disamping itu,bertujuan mendekatkan Seni Beladiri Karate,seperti halnya `Tameshiwari` kepada para penggemarnya secara visual dan mudah diamati sebagai suatu pertandingan layaknya olah raga lain umpama tinju,judo,sepak bola,badminton dan berbagai jenis lainnya.
Juga satu sarana untuk menjadikan para karateka penggemar Karate Pertandingan Olah Raga (Prestasi) ini bisa diberi kesempatan berkiprah secara terbuka,percaya diri,tidak demam panggung dan menjadi terbiasa melakukan suatu kegiatan dihadapan umum.Memperlancar hubungan satu sama lain.Menghindari rasa canggung dalam pergaulan karena mengalami hal yang penuh keterbukaan,apa adanya.Manfaat dari suatu pertandingan memang nyata ada.Juga mencerminkan seorang yang berani mengambil risiko,terburukpun.Sanggup menampilkan sikap mental yang baik dan menjaga sportivitas serta semangat tinggi untuk mencapai tujuan akhir.

Namun, karateka untuk prestasi karate olah raga jauh berbeda dengan mendalami Seni Beladiri Karate yang mengutamakan segi mental – spiritual diatas Physical Fitness dan Technical Ability dan tidak hanya untuk tujuan jangka pendek,jadi juara. Gemblengan lahir bathin yang panjang dan lama akan berguna sebagai bekal menata kepribadiannya dalam hidup nyata jauh ke masa depan.Ini sebenarnya merupakan tujuan akhir.

Justru dalam satu Perguruan yang benar benar mengetrapkan falsafah Seni Beladiri, harus terkonsentrasi pada bagian terbesar warga yang membutuhkan binaan yang arah tujuannya bukan hanya untuk mencapai prestasi olah raga (juara) saja, tetapi yang utama sebagai bekal dalam menempuh perjuangan hidup, mendampingi dan mengawal kariernya dengan terbinanya sikap mental yang mantap,pandai menempatkan diri,tabah dan mawas diri sepanjang hidup yang pasti akan menghadapi banyak tantangan,rintangan,percobaan berat dalam hidupnya yang setiap saat menghadangnya. Disinilah letak kegunaan gemblengan yang sering terasa melelahkan,membosankan, menimbulkan peraaan jenuh dan kurang menyenangkan.Tetapi apabila keadaan yang tidak nyaman ini bisa dilewati dengan tabah penuh keyakinan, sebagai hasilnya, akan memberikan nilai tambah pada jalan hidupnya,tahan uji dan percaya diri,tidak cepat putus asa dan tidak gampang menyerah dalam perjuangan hidupnya.

Sesuatu yang tidak nyaman untuk kenikmatan jasmani kita, tetapi memberi manfaat yang tak ternilai pada pembinaan mental kita.Jasmani dan rohani sering bertentangan satu sama lain dalam hal kenikmatan.Senang dan nikmat untuk jasmani, bisa tidak baik bagi rohani,tetapi tidak menyenangkan bagi jasmani bisa sangat baik bagi rohani.Kita perlu untuk mengendalikannya dan memilih dengan tegas mana yang kita utamakan.
Laksana minum obat yang pahit,tidak enak bagi lidah kita tetapi bermanfaat bagi kesehatan daripada gula yang manis,enak tetapi sering menghancurkan kesehatan kita.
Itulah tujuan `Pembinaan Mental – Spritual melalui Seni Beladiri Karate`.

Phisik dan ketrampilan sudah pasti lambat laun akan mengalami kemerosotan dan kelayuan karena berjalannya waktu. Manula akan dimakan usianya sendiri yang akan menggerogoti segala kecermerlangan di masa muda serta keprimaan phisik yang pernah dimilikinya. Tetapi diharapkan segi mental – spiritual tetap bisa dibanggakan,stabil kepribadiannya dan bahkan mungkin meningkat dan lebih matang.Inilah tujuan seorang karateka yang sesuai dengan prinsip dasar dan falsafah Seni Beladiri yang utama.(Bushido).
Janganlah sampai terjadi saat kita menuju usia lanjut, makin amburadul dan bersikap serta bersifat semaunya sendiri dan Ego Sentrisnya makin menonjol.Bukannya makin arif bijaksana dan tawakal.. Prestasi dalam Karate Olah Raga (Menjadi Juara) hanyalah sampingan,semacam `Side Show` juga, seperti halnya `Tamesihwari` diatas tadi pada pembinaan yang mengutamakan segi mental – spiritual (Karate sebagai Seni Beladiri).Bukan tujuan utama dari sebuah Perguruan Karate yang mengejar nilai nilai lebih dalam dan hakiki.Bukan target utama apalagi kalau hanya bertujuan membentuk satu – dua orang juara untuk diagung agungkan.Yaitu;memiliki juara sudah merupakan kepuasan absolut dan menganggap Perguruannya sudah besar dan perkasa. Tujuan sebuah Perguruan Seni Beladiri tidak selayaknya demikian dangkal. Karenanya,kita harus tegas dalam mengelola Perguruan Karate, maksud dan tujuannya. Untuk membina mental – spiritual dan tujuan jauh kedepan atau untuk mengutamakan Karate Olah Raga (Prestasi), membentuk seorang juara. Lihatlah kenyataan, mungkin 95% lebih dari warga yang berlatih bukanlah pribadi yang bercita cita mengejar prestasi olah raga belaka.Kalau cita cita Perguruan Karate hanya memciptakan `Sang Juara`,kemungkinan besar mereka akan ditelantarkan dan dianggap sebagai warga kelas dua saja.Mungkin dalam kata kata tidak bermaksud demikian,tetapi pada kenyataan dan maknanya di lapangan sering terjadi. Hanya beberapa orang yang berkemampuan phisik prima dan berprestasi karate olah raga yang diutamakan,digembleng phisik dan tehnik, disiapkan untuk bisa mengikuti kejuaraan karate dengan harapan,sesuai kiprahnya, menjadi juara.Sisanya,dinomor duakan dan digunakan hanya sebagai warga sampingan (pelengkap) yang kurang mendapat perhatian. Sungguh keliru apabila hal ini sampai terjadi.

Prestasi yang dicapai,sebagai juarapun, tidak bisa selamanya dipertahankan. Yang tertinggal hanyalah kenangan yang tidak mampu menunjang daya tahan dirinya menghadapi sisa masa hidupnya.Bahkan sering timbul `Sindrom` karena segala sanjungan,pujian yang dahulu selalu diterimanya,sirna dan tidak dipandang mata lagi oleh mereka yang duhulu mengelu – elukannya.

Perguruan Karate berlandaskan `Falsafah Bushido` tidak mungkin disamakan dengan Kegiatan & Perkumpulan – Persatuan Olah Raga pada umumnya;seperti halnya: Sepak Bola, Renang,Tinju,Lari,Bulu Tangkis,Tenis dan sebagainya.Pada Olah Raga ini hanya dipilih sejumlah orang yang berprestasi untuk digembleng lanjutan,baik perorangan maupun team melalui satu seleksi Daerah dan Nasional sesuai kebutuhan,yaitu; bisa mencapai prestasi tertinggi;menjadi juara tadi. Mungkin tingkat Daerah,Nasional,Regional dan ditingkatkan apabila ada kemampuan dan memungkinkan;ke jenjang Internasional.Prestasi Olah Raga tertinggi.Mau tidak mau arah tujuannya terfokus pada pembentukan seorang juara.

Demikian juga,para atlit Karateka yang terpilih disiapkan untuk tujuan ini.Mereka di training centerkan dan disiapkan secara khusus.Hal ini baik.Jumlah yang sedikit ini disiapkan untuk prestasi olah raga asal jumlah terbesar yang dinilai tidak cukup berprestasi untuk Karate Olah Raga jangan sampai diabaikan atau kurang mendapat perhatian dan dinomor duakan karena hanya terdorong ambisi mencetak `Sang Juara` tanpa mengindahkan kaidah serta arti dan tujuan sebuah Perguruan Karate yang pada mulanya berlandaskan Pembinaan Mental – Spiritual. Tidak seperti pada Olah Raga umumnya.Yang tidak berprestasi dikesampingkan dan tidak akan dibina berkelanjutan,karena mereka tidak mungkin diharapkan. Memang; Tujuan dan Dasar Landasan pandangan antara keduanya berbeda.Perbedaan inilah yang tidak boleh dicampur adukan.Karate untuk Karate Prestasi Olah Raga dan Karate untuk membina bathin yang berkaitan erat dengan Sikap Mental – Spiritual manusia. Apabila tujuan memang lebih mengutamakan membina Mental – Spiritual daripada ketrampilan jasmani,maka prestasi karate olah raga seharusnya hanya merupakan ` Side Show` saja yang berupa `Pelengkap`,bukan tujuan akhir.Layaknya olah raga lain. Berprestasi olah raga memang menimbulkan kebanggaan tetapi bukan kepuasan dalam pengertian yang sesungguhnya bagi Perguruan Karate yang mendasarkan cita citanya pada intisari falsafah karate. Bagi Perguruan yang bertujuan murni `Pembinaan Mental – Spiritual` ,sekali lagi: Tujuan utama bukan membentuk manusia karateka juara,tetapi membentuk manusia juara dalam hal siap mental dan berkepribadian untuk menunjang hari depan. Manusia perkasa dalam bathinnya,bukan perkasa secara lahiriah saja,tetapi miskin akan hakekat dan martabat seorang karateka sejati.Mungkin,pengertian yang sesungguhnya ini bisa dicemoohkan oleh mereka yang tidak memahami arti sesunguhnya serta tujuan utama suatu Perguruan Seni Beladiri (Karate). Adalah hak setiap orang untuk berpendapat dan adalah hak stiap orang pula untuk merngikuti mana yang dianggapnya benar. Tujuan kami hanya ingin meletakkan segala sesuatu pada proporsi sesuai makna yang sebenarnya.

Mencapai prestasi dalam karate olah raga merupakan kebanggan tetapi bukan kepuasan dan segalanya.Lebih bangga lagi kalau prestasi karate olah raga dibarengi tertanamnya jiwa `Bushido` yang berkembang dalam hati nuraninya.(Tetapi, kemungkiannya seperti ini tipis,karena karate olah raga sering menuntut pembentukan atlit yang terlampau instant.Bisa pukul – tendang, kuat phisik,tahu peraturannya.Siap!. Kalau kedua duanya dicapai,kebanggaan akan menjadi kepuasan juga karena hasil ini tanpa mengesampingkan mereka yang tidak mampu mencapai prestasi karate olah raga.Mereka ini merupakan jumlah yang jauh lebih besar serta bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya,bisa menjadi suri teladan bagi keluarga,lingkungan dantentunya dalam pergaulan bebas karena selalu menjaga norma norma yang layak dan wajar.

Setiap bentuk pertandingan olah raga apapun harus demikian menarik agar umum mau menontonnya.Rasanya kurang mantap dan hilang gairah seandainya sebuah pertandingan, apapun corak dan jenisnya tidak mempunyai daya tarik sehingga tidak ada peminat yang bersedia membuang waktu untuk menontonnya.Bisa dibayangkan,pertandingan olah raga tanpa perminat!.

Karena itu, selayaknya olah raga yang dipertandingan perlu mempunyai daya tarik agar memikat minat para penggemarnya dan bersedia meluangkan waktu untuk menyaksikan. Pada Pertandingan Kyokushinkai Karate digunakan `Full Contact System` yang berarti para partisipan bertanding mendekati keyataan.Mengenai dan dikenai secara langsung,walau tetap ada ketentuan dan peraturan yang membatasinya.Keras tetapi tidak kasar. Daya tahan tubuh dan ketahanan mental dibentuk karena kematangan gemblengan dalam latihan yang terarah dan cukup lama. Pertandingan karate juga seharusnya mendekati keadaan nyata.Kalah menang harus terlihat dengan jelas.Penonton bisa ikut menilainya.

Demikian pula seperti halnya `Tameshiwari`. Pertandingan (Kejuaraan ) Karate Olah Raga betapapun cukup atraktifnya tetapi tidak lebih dari sekedar `Side Show` saja dalam pengertian Seni Beladiri Karate yang sebenarnya.Bukan merupakan tujuan utama belajar Seni Beladiri Karate. Pengertian ini penting.Bangga memiliki juara tetapi bukan suatu kepuasan dan segala galanya. Hal ini kami ulangi agar benar benar bisa difahami apa itu `Seni Beladiri Karate`. Oleh karena itu adalah kurang tepat kalau satu Perguruan Karate terlalu mendewa dewakan hasil suatu Kejuaraan Karate (Tournament) dimana karatekanya menjadi juara. Menduduki ranking sekian dan sekian dalam Tingkat Regional bahkan ranking Internasionalpun. Sama halnya kalau Perguruan Karate hanya mengagung agungkan kemampuan bertameshiwari saja. Olah Raga pada umumnya memang bertujuan menciptakan `Sang Juara` dan ini memang sesuai dengan maksud dan tujuannya. Sekali lagi.Bangga boleh tetapi bukan suatu kepuasan apalagi kalau dijadikan titik kulminasi tujuan suatu Perguruan Beladiri Karate,seolah olah kalau satu dua warganya jadi juara, sudah merupakan segala galanya dan merupakan tujuan akhir. Juara pada saat sekarang,mungkin satu tahun lagi muncul juara baru dan dirinya tersingkir. Sikap mental – spiritual yang murni terbentuk dalam `Pembinaan` yang baik, kemungkinan besar akan tahan uji sepanjang hidup serta ber potensi tumbuh lebih sempurna.Ini lebih penting. Penggemblengan yang berhasil ini tidak luntur dan hapus karena makin melemah dan rapuhnya jasmani.Bahkan sering makin lanjut usia, makin mantap kepribadiannya karena tidak pernah terusik oleh gejala pendewaan keunggulan phisik belaka semasa masa gemblengan.. Kepribadiannya sanggup memberi arti dan nilai pada sisa hidup yang harus tetap dijalaninya.

Kesimpulan.
Suatu Perguruan Seni Beladiri (Karate) seharusnya tetap fokus dan lebih mementingkan jumlah warganya yang terbesar yang tidak bertujuan ataupun tidak berkemampuan mencapai prestasi karate olah raga daripada sekedar mengagung agungkan dan menonjolkan beberapa orang yang berprestasi ketrampilan phisik yang tidak akan berusia panjang. Mungkin usia seorang juara hanya seumur jagung atau lebih, sebaliknya mental – spiritual yang matang bagi seorang karateka walau tidak berkemampuan mencapai prestasi karate olah raga, akan bertahan sepanjang hayat dikandung badan. Demikian
(Nardi TN 20/6 2006)