Moral, juga diartikan sebagai `Etika` (Ilmu Akhlak) sejak sekitar abad ke 5 Sebelum Masehi sudah banyak dibicarakan secara mendalam, didiskusikan dan dianalisa dikalangan para pemikir yang memfokuskan diri pada Falsafah Hidup dan Perilaku manusia. Tentunya masih secara sederhana secara berkelompok dengan para murid dan pengikutnya.Yang cukup dikenal bahkan bisa disebut sebagai Filosof terkemuka pada jamannya adalah Socrates yang diakui sebagai Bapak Philosofi dan paling menonjol dalam tiap diskusi dalam memaparkanan pemikiran pemikirannya dan dilanjutkan oleh muridnya yang utama dan terkemuka, Plato. Menyadari animo serta kebutuhan akan satu institusi yang lebih mandiri dan formal, maka pada masa itu didirikannya Akademi Ilmu Falsafah bernama Lyceum. Salah seorang muridnya yang cukup lama belajar pada Akademi ini adalah Aristoteles yang pemikirannya cukup berpengaruh sebagai seorang filosofer besar dikemudian hari. Walau mereka itu berasal dari satu batang pohon yang melahirkan dahan dan ranting keseluruh penjuru dari satu kekuatan akar yang sama, namum dalam kenyataannya muncul perbedaan dalam cara menganalisa dan menentukan titik titik utama yang merupakan hasil pemikiran yang melahirkan dalih serta difinisi yang satu sama lain mempunyai persamaan, tetapi tidak sedikit perbedaan perbedaan yang fundamental. Hanya, semuanya itu pada akhirnya bermuara pada satu titik kesamaan; yaitu : Demi kemanfaatan bagi umat manusia menuju dunia yang lebih beradab. Kata `Moral` singkat saja tetapi nilai esensinya amat dalam dan luas, sebuah `Disiplin Ilmu` tersendiri dan sebagai ilmu, maka sudah tentu kaitannya dengan disiplin ilmu yang lainpun sangat erat dan saling menunjang satu sama lain.
Beratus ratus tahun kemudian pemikiran terus berkembang mencari arah dan definisi yang mendekati kebenaran dan mudah dicerna dan difahami oleh pengikut dan umat manusia pada umumnya. Ternyata kata `Moral` ini mempunyai liku liku yang tidak sesederhana kata itu sendiri untuk dirangkai menjadi satu kesatuan pengertian yang mudah dicerna. Selalu timbul keraguan, kurang tepat dalam kondisi dan beberapa situasi tertentu, kelemahan penafsiran dan sifat manusia yang sering menganggap diri paling benar. Usaha selalu dilakukan agar pengertian yang hakiki sebagai petunjuk arah yang jelas bisa diterima umat manusia secara universal. Sebab, pada dasarnya manusia kurang sadar bahwa kata yang sederhana ini demikian dominan untuk menjaga kedamaian dunia. Selama umat manusia masih bersilang pendapat mengenai yang satu ini, selama itu pula perdamaian sejati sulit dicapai dan memang bukan hal yang sederhana untuk meraihnya. Falsafah `Moral` ini berkembang terus sebagai sebuah disiplin ilmu yang mempengaruhi, meluruskan dan mengkoreksi keadaan dunia. Mungkin sepintas bagi kita hal ini tidak terasa pengaruhnya, tetapi bagi peradaban manusia, barangkali menduduki ranking yang cukup tinggi. Nama seperti Hume, Adam Smith dan Kant dan yang lain lain cukup mempunyai andil dalam menyumbangkan pemikiran.Berbagai Bangsa mempunyai landasan falsafah dan Ilmu Akhlak yang mungkin segaris atau sedikit berbeda mengenai ” MORAL” ini, ada yang sudah universal juga ada yang regional bahkan sektoral. Ini bisa menyebabkan perbedaan persepsi dalam tindak tanduk manusia yang sering menimbulkan anarkhisme dan kesewenang wenangan. ( Nyata, masa sekitar Perang Dunia I & II ). Perbedaan perbedaan ini yang mungkin tanpa disadari sering menimbulkan konfrontasi dan disharmonisasi dunia ini
Barangkali, hal inilah yang menggugah hati Para Pemikir Kemanusiaan untuk mencari satu bentuk kebersamaan dalam pengertian ` Moral ` tanpa menimbulkan gesekan dan melangkahi identitas dan rasa bangga masing masing bangsa di dunia. Mencari kesamaan pandangan dalam kedamaian bertetangga dan antar bangsa. Sekali lagi, walau masih jauh dan baru penuh dengan harapan untuk bisa dicapai tetapi lebih baik dimulai daripada tidak sama sekali.
Etika dari kata Junani Ethikos (Moral) dan Ethos yang bisa berarti ` Karakter ` dibagi dua gugusan besar pada waktu itu; yaitu: Etika Normatif yang bisa diartikan sebagai Filosofi Moral; meliputi antara lain -Satu Petunjuk- bagaimana berlaku dengan betul; Yaitu : baik – buruk, benar – salah dalam setiap tindakan serta dijabarkan dalam berbagai contoh konkrit sehari hari. Meta Etika atau Penguraian Etika atau disebut Critical Ethics: Mempelajari secara sistimatis arti moral, menganalisa, mengkritisi dan menilai untuk mendukung Normatif Etika. Pemikiran terus berkembang hingga sekitar abad ke 20 Jean – Paul Sartre seorang Filosofer terkemuka terpengaruh dan mengadopsi beberapa doktrin dan pemikiran dari ajaran dan faham komunisme (Marxisme) dan lebih dekat menghubungkan Etika ini dengan Kebebasan, Revolusi dan Kemerdekaan Individu serta Hak Asasi Manusia. ( Hak Asasi manusia ini dalam ideologi Komunisme justru suatu omong kosong). Khususnya pada abad ke 20 lalu, situasi dunia yang makin galau dan kisruh, manusia makin gundah gulana serta penindasan satu bangsa kepada bangsa lain yang lemah makin dahsyat dan menjadi jadi, peradaban terlihat akan runtuh, maka banyak pemikir kembali ke teori `Etika Normatif` yang lebih mudah dicerna, rasional dan universal.
Dari seluruh pemikiran selama beradab abad mengenai ` Moral – Etika` barangkali bisa disimpulkan secara sederhana walau jauh dari sempurna; bahwa : “Moral ( Ilmu Akhlak )” ini erat hubungannya dengan perilaku manusia yang tulus keluar dari bathin sanubari dalam tiap pemikiran, perkataan, perbuatan (tindakan) nyata dalam koridor yang pasti untuk tidak menyakiti baik lahir mapun bathin, menindas, menyinggung, meremehkan, melecehkan, merendahkan dan menghilangkan hak pribadi serta menginjak martabat pihak lain secara terbuka maupun tersembunyi dimana dia berada atau dalam jangkauannya serta mutu akhlaknya bisa diterima sebagian besar Umat Manusia”.
MORAL INDIVIDU
Karenanya; `Moral` selalu berhubungan dengan cara berpikir manusia yang dicetuskan dalam perilaku nyata dan bisa dinilai oleh pihak sesamanya baik melalui cara mendengar, melihat, merasa (diolah dalam pikiran dan hati sanubari), dibuktikan dan terlihat dengan jelas segala perbuatan dan tindakannya yang sesuai antara kata dan perbuatan. Terlalu luas dan kompleks membicarakan Moral Banga apalagi Moral Dunia. Lagipula untuk hal ini sudah ada yang menanganinya. Salah satu yang mempunyai otoritas nyata ialah PBB dan Badan didalamnya yang bertanggung jawab dalam mengatur -Moral Bangsa Bangsa – di Dunia. Untuk itu, pada akhir pandangan dan tulisan sederhana ini, kami ingin berbicara khusus mengenai Moral Individu.PANUTAN ( PUBLIC FIGURES)
Kaum Celebrities memang orang orang termasyur pada umumnya, tetapi jauh dari pengertian `Manusia Panutan – Public Figures. Jumlah yang memenuhi kriteria Manusia Panutan sangat kecil hingga sulit untuk di generalisasi kaum selebriti identik dengan public figures. Manusia bermoral – Manusia Panutan adalah manusia yang pemikiran dan perbuatannya selalu sinkron, konsisten selama hayatnya dan hasil nyata dari perilakunya sesuai dengan uraian diatas tadi. Tidak selayaknya manusia disebut `Manusia Panutan` apabila tidak ada konsistensi dalam sikap dan perbuatan, rasa tanggung jawab yang tinggi baik terbuka maupun dalam kelakuan dan tindakan pribadi ( privasi ) apabila nyatanya semua itu bahkan bertentangan dengan khaidah Etika ( Moral ). Kalau kebohongan tersembunyi ini sampai terjadi, walau dikamuflase dengan tutur kata dan perilaku yang seolah olah penuh keteladanan dan mulia, maka tidak layak orang yang demikian ini digelari Manusia Panutan, Manusia berakhlak, malahan sebutan yang tepat adalah `Manusia Hipokrit – Munafik`. Ini lebih buruk dari cara hidup manusia pada umumnya yang memang tidak lepas dari kekurangan dan kekhilafan.Untuk itu, kita sadar, manusia pada umumnya, walau moral yang dimiliki tidak sempurna dan tidak stabil adalah lebih wajar dan masih bisa diterima, tidak akan menjadi sorotan, pembicaraan serta penyesalan masyarakat luas menyadari memang banyak kelemahan dan kekurangan itu tadi. Apalagi hal yang merupakan perbuatan hak pribadi ( Privasi ). Melanggar hukum berhadapan dengan hukum. Sudah ada pencegahannya sendiri. Tetapi, bagi `Manusia Panutan`, mungkin tidak melanggar hukum, tetapi apabila perbuatannya kurang bisa diterima akhlak dan akal sehat, akan berhadapan dengan Hati Nuraninya sendiri yang nilainya lebih tinggi dari sekedar hukum. Satu punishment yang berat. nama Di dunia ini manusia memang sulit untuk bisa menegakkan moral yang terpuji secara konsisten, mengingat demikian banyaknya dan mudahnya segala cobaan dan sajian kenikmatan jasmani yang terpapar luas dihadapannya. Sungguh, membutuhkan banyak pengorbanan dan pengekangan serta kontrol diri yang luar biasa tegar dan kuat secara lahir bathin untuk menghadapinya. Suatu keadaan yang sangat sulit dan hampir mustahil dilakukan manusia secara umum.
Ada perkecualian yang tidak terjadi pada tiap manusia dimana ” MORAL ” harus tetap dijunjung tinggi dan dipertahankan dengan segala pengorbanan, tawakal, pengekangan dan kontrol diri yang kuat serta mawas diri apabila seseorang sudah berani berketetapan hati untuk tampil menjadi “PANUTAN – SURI TELADAN” sesamanya, apalagi tidak tanggung tanggung dengan menempatkan diri pada posisi ditengah masyarakat luas ( Negara ) dengan menampilkan baik pemikiran, kata maupun perbuatan ( Kelakuan ) penuh keteladanan, diikuti, diidolakan serta dikagumni dan dihormati pengikutnya dalam jumlah besar. Dirinya menjadi milik masyarakat pengagumnya. Semua perkataan, perbuatannya harus bisa dipertanggung jawabkan baik yang nyata maupun yang tertutup kepada para pengikutnya. ( Moral yang baik ). Dalam keadaan seperti ini, nama dirinya dipertaruhkan sepenuhnya, karenanya segala tindakannya harus secara konsisten penuh rasa tanggung jawab serta tulus ikhlas bersedia menanggalkan sikap dan sifat `Lupa Daratan – Lupa Diri` demi mengikuti nafsu dan kenikmatan duniawi yang tidak sebanding dengan kemuliaan yang diraihnya, mau manahan diri menjaga ` Moral ` itu tadi dengan teguh selama hayatnya karena konsekuensi dan pengaruhnya sangat besar terhadap lingkungannya, masyarakat dan bahkan bangsanya.
Jangan sampai kemuliaaan jiwa yang terpancar dan menjadi suluh dan cahaya petunjuk jalan para pengikutnya dalam kegelapan sebagai satu `Enlightment` ( Penerangan Jiwa) yang membawa kesejukan dan arah yang penuh kehidupan bermoral dengan jiwa mulia, tiba tiba kembali sirna menjadi kegelapan tak berkepastian, berubah menjadi keragu raguan serta kekecewaan, runtuh berantakan karena perbuatan yang mengingkari semua apa yang dahulu dipikirkan, diutarakan, dicontohkan dan disampaikan kepada para pengikutnya yang sudah terlanjur mengaguminya.
Menjaga keselarasan dengan konsisten serta mau berkorban diri. Inilah tantangan terberat bagi seorang yang berani mengedepankan diri menjadi seorang panutan. Tanggung jawab ini jangan dibuat permainan apalagi bersembunyi dibalik alasan yang masih sulit diterima sebagian besar sesamanya, yang membutuhkan bimbingan dan pengayomannya.
Kita, secara serempak rasanya bisa mengakui hak privasi setiap orang, tetapi kita juga patut menyesali perbuatan seorang yang sudah menjadi ” PANUTAN MASYARAKAT LUAS” berbuat sesuatu yang meruntuhkan martabat kata ` MORAL ` yang menjadi petunjuk kehidupan dan perilaku manusia yang mulia tadi. Apabila nyatanya lain kata lain perbuatan.
Karenanya, terhadap pengingkaran moral ini sering terdengar umpatan : ” Tidak Bermoral “. Jangan hal demikian ini sampai terjadi pada seorang `Public Figure` sejati. Kalau hal yang menyangkut esensi kata ` Moral ` dilanggar dan dikesampingkan, sungguh suatu penyesalan yang tiada akan hapus selamanya baik bagi yang melakukan dan kekecewaan bagi setiap individu yang mengidolakan dan mengaguminya. Jangan bersembunyi apalagi beralasan dibalik kalimat : Apiao juga manusia !. . (nardi tn, 1 – 07 )