Nardi diberi waktu tinggal sekitar dua minggu di asrama tetapi baru dua hari tinggal di situ, pada saat datang ke Kantor bagian adminmistrasi Tokyo Honbu untuk melakukan pendaftaran dan melihat segala peraturan dan ketentuan yang ada, juga melihat poster poster yang terpampang di dinding.
Tiba-tiba dari arah belakang ada telapak tangan yang terasa berat ditimpakan ke pundak kiri Nardi dan waktu Nardi menoleh ke belakang, telah berdiri Master Oyama yang memang wajahnya dikenalnya terutama dari buku bukunya dan hasil korespondensi, “Oss”, ucap Nardi! “Well Come,Well Come” sapa Kancho Oyama sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. Suara Master Oyama terasa berat tetapi penuh keramahan. Wajahnya agak kemerah merahan dan segar. Sedikit berdialog dalam bahasa Inggris yang tidak lengkap dan lalu Master Oyama pamit dan naik ke tempat tinggalnya yang berada diatas dojo pusat.
Oleh Master Oyama keesokan harinya Nardi diperkenankan menempati kamar di tingkat dua Apartment kecil yang berada dibelakang Honbu dengan uang sewa 6000 yen tiap bulan. Uang pangkal dan uang pendaftaran sebesar 12.000 yen, iuran 6000 yen sebulannya. Biaya makan, cuci pakaian, iuran belajar karate dan lain-lain terasa berat juga karena biaya hidup di Tokyo memang tinggi. Ada keuntungan dengan tersedianya dapur dengan kompor gas sehingga bisa memasak seadanya dan sederhana diimbangkan dengan dana yang terbatas. Yang penting; berkalori dan bergizi, bisa dimakan serta sesuai lidah Nardi.
Sekitar 300 meter dari Honbu terdapat Toko Swalayan yang sangat lengkap. Bumbu apapun terdapat disana laksana di Tanah Air. Nardi harus berhemat dengan ketat dan menabung untuk pada saat harus kembali ke Indonesia ada dana untuk pembelian tiket pulang ke Indonesia. Karenanya, untuk menjaga agar aman betapun sedikitnya uang yang diterima dari Indonesia ditabungnya di Bank Mitsubishi Ikebukuro,Tokyo.
Tanpa menyia nyiakan waktu Nardi mulai berlatih. Latihan ternyata cukup ketat dan padat serta berat, khusus yang harus diikuti Nardi setiap hari karena memang datang ke Tokyo bukan sebagai anggota biasa yang berlatih rata rata duakali seminggu, tetapi Nardi harus berlatih sepanjang minggu, yaitu dari pukul 10.00 – 12.30, lalu dari pukul 15.00 – 17.30 dan pukul 19.00 – 21.30 dengan Jiyu Kumite yang setiap minggunya tidak kurang dari 6 – 8 kali, satu lawan satu, belum lagi setiap hari pasti ada Kumite Bergantian, berhadap hadapan dengan bergesar sehingga masing-masing berjumpa satu sama yang lain.
Pada saat berangkat berat badan Nardi 93 Kg merosot dengan drastis setelah 3 bulan berlatih menjadi 72 Kg walau makanan cukup dijaga, sederhana tetapi cukup karbohidrat, berkalori dan bergizi dengan jumlah yang cukup. Malahan teman-teman Karateka Jepang yang lebih senior dari Nardi, dari luar Kota Tokyo (Kost), kalau malam hari banyak yang tanpa sungkan mengetuk pintu Apartment Nardi. Keperluannya?. Minta makanan seperti Roti, Noodles (Mie) dan lain-lain yang tersedia.
Merekapun sering juga merasa lapar, khususnya setelah latihan. Dikiranya Nardi banyak uang karena dari Indonesia belajar di Tokyo, termasuk kota termahal di dunia. Memang, di Koelkast Nardi walau tidak banyak tetapi selalu tersedia bahan-bahan khususnya yang instant, bahkan ketela, ubi kayu dan bumbu lain tersedia dan terutama telor dan susu tawar Morinaga untuk gizi dalam mempertahankan tubuh agar tetap fit.
Keadaan ini cukup merisaukan Master Oyama juga sehingga beliau pernah bertanya secara langsung:‘ Are you ill ?’ yang dijawab oleh Nardi; ‘No, I am healthy’. Master Oyama memberi tambahan semacam multivitamin untuk Nardi demi menjaga kesehatan. Madam Oyama yang saat itu sering berada di ruangan kantor sambil menggendong puterinya yang masih kecil, yang sekarang sudah berunur 30 tahun lebih, juga ikut merasa kuatir karena perubahan phisik Nardi yang drastis walau Nardi merasa tetap sehat-sehat saja.
Hanya semua celana Nardi perlu dilipat lingkar perutnya karena memang mengecil dari biasanya. Keadaan ini disebabkan berbagai faktor antara lain, yaitu: Jumlah latihan tiga kali sehari dan berat sehingga dalam waktu satu bulan mencapai jumlah sekitar 90 kali, padahal biasanya seminggu anggota biasa berlatih dua kali maksimal, sehingga dalam waktu satu bulan anggota berlatih sebanyak 9 kali.
Dalam perbandingan ini, satu bulan latihan bagi Nardi sama dengan sepuluh bulan latihan anggota biasa, paling sedikit. Hal lain yang menjadi penyebab ialah; Jiyu Kumite yang selalu dilakukan minimal satu kali dalam tiap hari, sangat menimbulkan rasa ngeri karena rasa sakit yang belum hilang harus terulang lagi dengan adu benturan baru, kalau tidak pagi hari tentu sore atau malam hari Jiyu Kumite diberikan, disamping latihan lain yang betapapun beratnya, tetapi lebih mudah diatasi karena hanya faktor rasa amat capai.
Jangankan yang setiap hari berlatih hingga tiga kali. Mereka yang berlatih seminggu dua kali saja banyak yang tidak masuk karena rasa sakitnya yang tentunya belum hilang akibat free fighting ini. Keadaan seperti ini sangat menguras tenaga dan energi yang besar. Jiyu Kumite ini menjadi bagian yang paling menakutkan bagi siapa saja.
Kalau Pelatih masuk dan semua jendela serta pintu ditutup, berarti akan dilakukan Jiyu Kumite dengan keras dan berat. Saat dimulainya Jiyu Kumite atau saat selesai, sebagai tanda selalu diikuti bunyi tambur (Duuunnng!). Suasana ini terdengar sangat menyeramkan dan hingga kini bunyi ini masih terngiang-ngiang ditelinga Nardi saat melihat anggotanya berjiyu kumite baik dalam latihan, ujian maupun dalam menghadiri kejuaraan kejuaraan.
Kesan dan penderitaan ini memang membekas dalam karena sistim Full Body Contact ini seseorang nyata-nyata merasakan sakit dan penderitaan akibat kontak langsung dalam menguji mental phisiknya. Baik menyerang maupun diserang mencerminkan keadaan nyata secara langsung dan sungguh-sungguh. Bahkan serangan keras terkadang memberi umpan balik yang dahsyat apabila salah dan lengah dalam mengantisipasi serangan balik tadi.
Perkelahian bebas secara nyata ini memang menyakitkan dan membutuhkan mental tinggi untuk bisa bertahan dan melakukan berkali kali dalam waktu yang pendek. Benjolan-benjolan khususnya di tulang kering kaki tidak akan hilang dalam tempo hitungan hari bahkan minggu sudah harus beradu lagi. Untuk berjalan saja terasa amat sulit dan sakit, keluh Nardi dan semuanya ini harus ditahan dan dipertahankan menyadari bahwa kepergiannya ke Tokyo Honbu memang untuk mencapai hasil dan mengejar waktu.
Melatih mental, semangat dan daya tahan disamping tehnik karate itu sendiri. Tidak mungkin semuanya ini dilakukan dengan cara bersantai saja dan apalagi dengan membolos begitu saja. Setiap kali latihan harus menandatangani daftar presensi secara langsung.
Home sick juga salah satu penyebab juga. Millian S. dari Yugoslavia, teman Nardi satu apartment yang tinggal di kamar bagian bawah, setelah dua minggu berlatih tidak bisa bertahan dan pulang ke negaranya. Pemakaian energi jadi meningkat walau kerja phisik tidak berat apabila manusia dalam suasana ketegangan panjang. Umpama para astronot walau kerja phisik relatif ringan tetapi pasti terjadi masa ketegangan jiwa yang tinggi karena bahaya bisa mengancam setiap saat akibat kesalahan betapapun kecilnya. Hal ini bisa menurunkan berat badan. Apalagi kalau ketegangan terjadi karena mental phisik secara bersama sama mengalami peningkatan drastis.Berat badan bisa turun lebih cepat seperti yang dialaminya.
Dari cerita di Sekretariat Honbu sering terjadi karateka dari berbagai negara yang coba mengikuti Special Training ini setelah beberapa saat secara diam-diam meninggalkan latihan dan pulang ke negaranya. Mengapa diam-diam? Hal ini disebabkan karena rasa sungkan dan malu kepada Master Oyama, para Pelatih dan rekan berlatihnya, berhenti berlatih dan pulang kembali ke negaranya karena tidak tahan, tidak bisa menghadapi kenyataan ini apalagi menjelaskan alasannya maka mereka pergi secara diam-diam dan dengan tiba-tiba.
Hal ini Nardi saksikan sendiri sering terjadi dilakukan karateka asing. Anggota lain, karateka dari Jepang sendiri yang melihat daftar presensi yang selalu digantung di dinding dojo saat itu merasa heran melihat jumlah latihan yang dilakukan oleh Nardi. ‘You are crazy !’ katanya, karena karateka Jepang sendiri belum tentu secara rutin seminggu berlatih penuh duakali. Mereka tidak bisa membayangkan jumlah latihan yang demikian padat terutama karena Nardi orang asing yang biasanya seperti cerita diatas.
Nardi selalu dalam pembicaraan mengenai intensitas latihan ini menjawab bahwa dirinya terpaksa harus bertahan dan bertekad walau sangat menderita untuk membuktikan tekad dan semangatnya kepada Kancho dan Tokyo Honbu, terutama juga pada para senior yang melatihnya karena memang tujuan datang ke Jepang untuk memperoleh hasil maksimal sedangkan rekan rekan dari Jepang kan tidak dituntut oleh siapapun kecuali kemauan diri sendiri.
Nardi harus meyakinkan diri sendiri bahwa dirinya bisa tahan uji menghadapi latihan berat ini. Perjuangan untuk bisa sampai di Honbu sudah demikian berat, berliku liku dan sulit. Tidak mungkin semuanya ini disia-siakan. Alangkah kecewanya, khususnya bathinnya apabila hal ini sampai terjadi. Mereka rata-rata bisa memahaminya dan tidak berlebihan, merasa kagum dan respect.
Karenanya, dalam latihan-latihan kalau sudah sampai sesi Jiyu Kumite, tanpa malu-malu beberapa rekan berlatih selalu mendekat ke Nardi dan minta untuk tidak terlalu keras dalam memukul dan menendang, karena mereka sadar, saat melakukan Jiyu Kumite Nardi menjadi keras dan bersungguh-sungguh, lain dibanding saat di luar dojo yang selalu ramah dan halus.
–BERSAMBUNG–