PART I

 

Sejak usia muda, Nardi T.Nirwanto S.A. yang lahir di desa kecil Karangploso, Kabupaten Malang memang gemar akan berbagai olah raga. Ayahnya walau agak pendek dan kecil, cukup berotot dan gemar berlatih membentuk badan dan kekuatan otot melalui latihan yang intensif dan disamping itu juga gemar bermain berbagai alat musik sehingga hal ini berpengaruh pada putera puterinya yang sebagian senang berolah raga dan sebagian ke arah seni musik, walau secara sederhana dan tidak istimewa. Tapi jiwa gemar olah raga dalam pembentukan otot mengalir lebih dominan diantara putera puterinya. Mengenai olah raga, Nardi gemar akan renang, sepak bola, bulu tangkis khususnya dan body building yang dikembangkan oleh Charles Atlas dengan konsentrasi otot tanpa beban serta Angkat Berat oleh George Efferman sangat disenanginya serta mengikat minatnya untuk berlatih hampir setiap hari. Khusus metode Charles Atlas hingga kini masih dilakukannya karena dianggap tetap relevan dan sesuai serta sejalan untuk karate dalam hal pembentukan ketahanan, kelenturan dan kekuatan otot tubuh. Juga terutama untuk orang yang berusia lanjut karena tanpa pemaksaan. Terbentuknya memang lama, tetapi lama pula bertahannya, tidak seperti angkat berat, demikian berhenti berlatih, segera kemerosotan tampak nyata.

Tertarik akan Seni Beladiri Karate sudah dimulai sejak tahun 1957 saat masih duduk di bangku SMA. Master Oyama mulai membuka dojo sekitar tahun 1953 dan pada tahun 1957 sudah mempunyai beberapa ratus anggota. Keadaan ini diketahuinya kemudian saat membaca di salah satu majalah yang terbit di Tanah Air yang mengisahkan riwayat Grand Karate Master Masutatsu Oyama. (Mas Oyama). Perjuangan Mas Oyama aliran keras ini sangat memikat hatinya, karena sanggup mengangkat nama karate untuk bangkit kembali, khususnya ke Dunia Barat yang harus diakui merupakan titik strategis untuk pengembangan segala sesuatu agar bisa cepat mendunia.

Setelah perang dunia II, karate sangat merosot kepopulerannya. Karate dianggap dan dinilai sebagai seni tarian belaka dan Jujitsu yang oleh Prof. Jigoro Kano diilmiahkan sistimnya menjadi ilmu baru yaitu Judo. Dengan cara memodernisir tehnik -tehnik Jujitsu yang dahulu dikenal terlampau ganas, kasar dan keras tanpa kaidah-kaidah jelas, Judo semakin populer dan mendesak nama karate sebagai Seni Beladiri. Keadaan ini disebabkan karena karate terlampau dikebiri dan dihaluskan serta diarahkan secara berlebihan pada bentuk dan tujuan keolahragaannya belaka. Karate yang diolahragakan. Kegunaan karate sebagai seni beladiri makin tak tampak. Karate makin sering dicemooh sebagai seni tari belaka.

Mas Oyama dengan gaya dan sistimnya yang realistis dan rasional berhasil membawa karate muncul di permukaan kembali. (Baca Riwayat Mas Oyama). Hal ini disebabkan oleh realita dan pemikirannya; kalau dalam tinju lawan bisa saling menjatuhkan dengan nyata (K.O.), mengapa karate harus dengan bayang-bayang yang tidak nyata, sedangkan karate adalah Seni Beladiri sejak karate masih dikenal dengan nama Okinawa te, Naha te maupun Tomari te di Pulau Okinawa sebelum dibawa dan diperkenalkan Master Gichin Funakoshi ke Jepang sekitar tahun1923. Karate dikenal sebagai Okinawa Te.

Saat itu keinginan Nardi untuk berlatih dan memperdalam karate di Jepang sudah besar dan terasa menggebu, hanya kesempatan terasa tidak mungkin datang mengingat keadaan ekonomi keluarga mustahil bisa mendukungnya. Lagi pula, saat itu karate samasekali belum dikenal di Tanah Air. Mulai tahun 1959 Nardi T.Nirwanto S.A.berkorespondensi dengan Master Oyama, dibantu Bapak Mas Agung dari Toko Buku Gunung Agung. Beliau bersimpatik dan membantu Nardi untuk mencarikan alamat Mas Oyama di Jepang karena yang diketahui hanya Ikebukuro, Tokyo dan beliau sering berkunjung ke Jepang dalam bisnisnya.. Beliau juga membantu menyelesaikan Membership Card Nardi pada KYOKUSHINKAI – KAN Tokyo Honbu dikemudian hari hanya karena rasa simpatiknya pada keinginan dan cita-cita pemuda yang dianggapnya langka dalam mengejar cita-cita dan karier hidupnya pada masa itu.

Berbagai buku Mas Oyama seperti What is Karate, This is Karate, Advanced Karate sempat dimilikinya dan dibaca serta dipelajarinya saat itu. Sebagian dari buku ini didapat sebagai bantuan dan merupakan pemberian pemilik Toko Buku Gunung Agung; yaitu Mas Agung sendiri yang sangat berbaik hati itu. Pada saat itu Toko Buku Gunung Agung yang terletak di Jl.Kwitang, Jakarta Pusat sangat terkenal dan merupakan satu-satunya Toko Buku paling top, lengkap dan representative. Dukungan ini memberikan rasa bahagia dan menambah semangat Nardi untuk lebih aktif dan bersungguh-sungguh.

Secara kebetulan pula dalam perjalanan mondar-mandir dengan Kereta Api antara Surabaya – Jakarta yang sering dilakukan sejak 1959 untuk membantu kakaknya yang tinggal di Jakarta, berdagang kecil kecilan dengan memanfaatkan perbedaan harga antara Jakarta dan Jawa Timur khususnya, terjalinlah persahabatan dengan A.Yoshida sensei yang mengenal Kyokushin Karate dan sejak itu memberinya petunjuk yang sangat bermanfaat sebagai dasar dan landasan kuat dikemudian hari. Semua ini juga karena jiwa Nardi sudah bulat untuk mendalami Ilmu Karate dan secara diam-diam Nardi berlatih dengan tekun dan bersemangat sesuai instruksi yang didapatnya. Petunjuk Yoshida sensei terasa sangat membantu latihan latihannya.

Buku-buku Mas Oyama yang telah dimilikinya sejak beberapa tahun sebelumnya terasa sangat bermanfaat dan memberi tambahan petunjuk dan pengetahuan yang berguna sehingga Kyokushin Karate ini tidak terlampau asing bagi Nardi serta segala sesuatunya berjalan lancar dan terarah dan bisa diresapi maksud dan tujuan yang terkandung didalamnya. Banyak falsafah hidup yang diterimanya dari guru dan sahabatnya ini dan semuanya ini dikembangkannya.

Permulaan tahun 1967, setelah hampir tiga tahun mencoba mendalami dasar dasar karate secara lahir bathin dengan tekun, disandangnya tingkatan DAN I, hasil penilaian dan kelayakan dari Yoshida sensei. Saat itu sumpah yang diucapkan adalah sebagai berikut: “Saya bersumpah bahwa saya akan taat akan segala instruksi yang berkaitan dengan karate, sekarang dan selamanya dan saya akan menanamkan semua itu kedalam hati setiap pribadi yang ingin mempelajari karate dari saya”.(sumpah ini dalam bahasa Inggris). Sumpah ini mempunyai arti yang dalam dan mengikat moral untuk tetap taat dan diamalkannya segala yang baik dari Seni Beladiri Karate ini.

Walau pada usia muda berbagai olah raga digemari dan dipraktekkan, tetapi pilihan akhir jatuh pada karate dan falsafahnya dianggap paling sesuai dengan jiwa raganya sebagai ‘Way of Life’. Karate dengan kuat dilandasi falsafah hidup ‘BUSHIDO’ yaitu ‘JALAN SAMURAI’. Falsafah Bushido bukan satu satunya Falsafah Hidup yang terbaik, tetapi apabila kita pandai memilah-milah mana dan apa yang patut dijiwai dengan memetik intisarinya, maka telah terbukti bahwa falsafah ini membawa bangsa Jepang cepat bangkit dari kehancuran Perang Dunia II karena bangsa ini berpegang pada semangat Bushido. Inti sari Bushido sangat mendalam dan sesuai dengan sikap dan idealismenya Nardi sejak muda dengan apa yang tersirat didalamnya; yaitu: Mentalitas, Semangat, Pengabdian, tentunya dalam arti luas dan dalam, Loyalitas yang tidak membabi buta, Percaya diri sebagai modal utama manusia untuk maju, Perkasa tapi rendah hati (Bhirawa Anoraga – Semboyan Kodam VIII Brawijaya, Jawa Timur), Kehormatan Pribadi – Harga Diri yang merupakan dasar kuat manusia untuk tidak melakukan perbuatan amoral dan picik. Memang jalan hidup yang dipilihnya ini terdengar janggal, apalagi pada waktu itu. Pendiriannya ini sangat tidak lazim, menyimpang jauh dari cita-cita pemuda segenerasinya, tetapi itulah pilihannya dengan motivasi tinggi.

Berkorespondensi dengan Master Mas.Oyama dilanjutkan dan dilakukan secara tetap, lebih intensif dan teratur sejak 1961, jauh sebelum memperoleh kesempatan memperdalam Kyokushin Karate pada KYOKUSHINKAI – KAN TOKYO HONBU yang mulai secara nyata diresmikan oleh Mas Oyama sekitar tahun 1964 di gedung baru yang sekaligus juga tempat tinggalnya di lantai teratas di Ikebukuro. Sekitar bulan Maret 1967, Nardi T.Nirwanto S.A. kembali menetap di Batu sepenuhnya yang sejak 1959 sering berada di Jakarta dan hanya kadang-kadang pulang ke Batu apabila keadaan memang perlu, sesuai dengan pekerjaan yang dijalaninya waktu itu dengan kereta api. Transportasi jarak jauh saat itu sangat sulit. Kereta Apipun demikian, bukan hanya dalam memperoleh tiket dan tempat, tetapi harus berebut tempat duduk walau telah memilki tiket apabila kurang pagi datang di setasiun. Barangkali kereta api pagi yang selalu datang terlambat dimalam hari, bermuatan hampir duakali kapasitas tempat duduk yang tersedia sehingga kamar kecilpun terisi penumpang. Kejadian seperti ini sangat umum saat itu. Dalam satu minggu sering dilaluinya jalur Jakarta – Surabaya – Batu hingga 2 – 3 kali. Sangat menguras tenaga dan melelahkan. Walau demikian Nardi bisa mengatasinya karena sejak masih amat mudapun sering bekerja berat dan keras karena keadaan jauh dibawah rata-rata keluarga lain yang lebih beruntung.

Pada saat kelahirannyapun berada pada jaman hiruk pikuknya dunia, yaitu saat pecah perang dunia II tahun 1939, dilanjutkan dengan masa pendudukan Jepang di Indonesia sekitar tiga setengah tahun yang banyak membawa penderitaan bagi bangsa ini. Jepang seolah- olah ingin secara tidak mencolok memusnahkan generasi tua bangsa ini dan lambat laun digantinya dengan generasi muda yang akan dikuasainya melalui ‘Brainwashing’ secara bertahap sehingga akhirnya condong setia membela dan mendukung kepentingan Jepang di Indonesia demi rencana jangka panjang, secara sistimatis. Apa yang dilakukan Hitler di Jerman saat itu membuahkan hasil. Kaum muda fanatik mendukungnya sehingga semboyan Deutchland Uber Alles berkumandang. Mungkin Jepang ingin mencontohnya untuk akhirnya menguasai Bumi Pertiwi dengan teriakan: ‘Hidup Saudara Tua, kami tetap setia’.

Hingga akhirnya Jepang ditaklukkan Sekutu tahun 1945. Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya tetapi perjuangan melawan penjajah Belanda harus dilanjutkan lagi melalui perjuangan berat dimana kehidupan menjadi amat kacau dan mencekam.Nardi dan seluruh penduduk Karangploso terkena Politik ‘Bumi Hangus’, yaitu: Salah satu bentuk perjuangan dengan membakar habis segala harta benda dan segala fasilitas yang ada sebelum jatuh ke tangan musuh sehingga musuh tidak bisa mempergunakan fasilitas yang tersedia itu. Metode ini telah berlangsung sejak berabad lampau, salah satu yang terbesar ialah saat Napoleon Bounaparte beberapa abad yang lalu menyerbu Rusia dimana semua fasilitas di Ibu Kota dan sepanjang jalan dibumi hanguskan oleh pejuang Rusia saat itu, sehingga pasukan Napoleon menjumpai puing-puing belaka. Sangat menderita akibatnya dan menelan sangat banyak korban terutama dalam perjalanan balik di musim dingin yang dahsyat dan mencekam itu, lelah, kelaparan, frustasi dan masih harus menghadapi pengejaran dan penghadangan musuh. Inilah salah satu tujuan pembumi hangusan fasilitas-fasilitas yang ada tadi.

Maka tahun 1947 Keluarga Nardi bersama seluruh penduduk keturunan harus mengungsi ke Batu setelah beberapa lama harus berada di penampungan dekat Karangploso tanpa bisa membawa harta sedikitpun kecuali untuk keperluan mendadak, habislah semuanya yang memang sudah sangat minim apa yang dimiliki keluarga sejak pecah perang dunia II, khususnya masa pendudukan Jepang antara 1942 – 1945 yang amat sulit. Masa revolusi dan perjuangan melawan Sekutu yang dijadikan alat untuk berlindung Belanda dengan mendompleng dibelakangnya tetap ingin mempertahankan penjajahan dan kekuasaannya di Indonesia. Nardi sejak lahir memang berada pada titik kulminasi era yang kurang menguntungkan, masa sulit yang silih berganti menghadangnya secara beruntun.

–BERSAMBUNG–