Kekuatan yang menghantam ini memang hebat, terdiri dari orang-orang dalam sendiri, orang-orang yang dekat dengan Nardi sejak berdirinya Perguruan. Orang-orang dari top organisasi olah raga di Indonesia dan juga pimpinan satu Perguruan Karate anggota FORKI, Ketua Asia Tenggara dan direstui bahkan didukung Pimpinan Tokyo Honbu. Ini semua akibat kuatnya lobby dan janji-janji penuh harapan. Lobby yang menjanjikan ini memang sukses secara lahiriah tetapi secara bathiniah merasa kecewa karena mental dan tidak membawa hasil yang signifikan. Mereka semua bertaut tangan, berderet ingin menunjukkan secara bersama-sama akan menghancurkan Perguruan ini.
Master Oyama tergiur dan lupa akan perjuangan Nardi memperkenalkan nama Kyokushinkai Karate dan Mas Oyama di Indonesia. Master Oyama jadi lupa ketika pada All Japan Karate Open Tournament 1972 minta Nardi berdiri diatas podium pertandingan sambil memberikan Tanda Penghargaan Khusus baik atas nama pribadi maupun Kyokushinkai-Kan, menyatakan dihadapan penonton bahwa Nardi adalah Branch Chief dan Chief Instructor untuk Indonesia serta dukungannya yang kuat.
Tetapi, segala bisa berubah karena ada kekuatan yang maha dahsyat dan kadang sanggup membalik gunung menjadi danau!. Pertemuan di Gedung KONI yang memantapkan kelompok penentang Perguruan sebagai kekuatan yang direstui, merasa diatas angin.
Saat Master Oyama ke Jakarta (April 1983), Nardi tidak bisa menghubungi Master Oyama melalui tilpon walaupun Master Oyama beberapa kali mencoba menghubungi Nardi melalui tilpon adiknya di Jakarta karena betapapun sudah mendapat pengaruh kuat, mungkin masih timbul keraguan di hati Master Oyama terhadap arus yang ingin memojokkan Nardi ini. Memang, oleh mereka dikesankan Nardi tidak menghargai kedatangan Master Oyama dan tidak mau menjumpai padahal Nardi sudah siap di Jakarta. Perwakilan Perguruan yang sah sebagai anggota FORKI yang ingin mengikuti pertemuan segaja dipermalukan dan dilarang masuk. Wakil Perguruan yang sah dilecehkan !.
Nardi memang dilarang beberapa senior untuk datang sendiri menghadiri pertemuan di KONI itu agar jangan sampai Nardi yang dilecehkan langsung dan benar. Padahal Nardi adalah Penanda Tangan terbentuknya FORKI 1972. Sungguh terlalu dan bahkan Ketua Umum PB FORKI waktu itu di Harian Merdeka dengan gaya mengejek menantang Nardi untuk datang ke Jakarta, padahal Nardi memang sudah di Jakarta.
Seperti pada saat kejadian di Pantai Ngliyep 1976 yang diramal banyak orang bahwa Perguruan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai Karate Do Indonesia akan tenggelam, ternyata tidak benar dan kali inipun Nardi diam hampir selama dua tahun mengantisipasi dengan tenang segala gejolak yang akan muncul. Ternyata tidak terjadi dan semua berjalan dengan lancar dan normal saja. Tiada lain yang pertama diucapkan dari bathinnya kecuali memuliakan namaNYA yang selalu mengayominya.
Perguruan tetap berkembang dan terus melaju. Daerah-daerah di luar Jawa seperti Sumatera Selatan, Sumatera Barat, KepulauanRiau, Sumatera Utara, Bali, NTB, NTT, Timor Timur di Elmeira dan Dili serta Irian Jaya (Papua), Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur menjadi bagian Perguruan waktu itu. Semuanya ini karena warga Perguruan yang berdedikasi tinggi, sehingga dimana saja mereka berada selalu ingat dan ingin membantu dan ikut mengembangkan Perguruan.
Hal ini juga dialami saat Perguruan mulai tumbuh. Menjalar hampir ke seluruh kota strategis di Jawa Timur dan lain-lain kota khususnya di pulau Jawa tumbuh kegiatan. Para pelatih senior pada umumnya bersedia mendarmabaktikan diri serta mau berkorban demi Perguruan. Pada permulaan semua berjalan dengan indah sesuai garis dan tujuan semula. Mereka seolah-olah sebagian bergerak ke arah Timur dan sebagian ke arah Barat dalam ikut melebarkan sayap Perguruan bersamaan dengan tumbuhnya kader-kader muda yang menyebabkan makin berkembangnya benih yang dahulu tumbuh di kota kecil, merayap ke seluruh Pulau Jawa dan sampai keluar Jawa sekalipun.
Pada dasarnya Master Oyama sangat senang dan dekat dengan Nardi karena hubungannya dengan berkorespondensi sejak 20 tahun lebih. Saat tinggal di Honbu dan beberapa kali berjumpa antara 1970 – 1982. Hanya mungkin keinginannya dan juga dari Tokyo Honbu Committee sulit dipenuhi dan dilaksanakan di Indonesia. Nardi dan Perguruannya selalu ingin dan berkepentingan untuk menjaga nama baik secara keseluruhan di Tanah Air sehingga membuat Honbu mencari channel lain yang bisa memenuhi harapan dan permintaan Honbu.(Sinar Harapan).
Tahun 1981. Pada kejuaraan Asia – Pasifik itu, melalui Upcara sederhana sebelum Kejuaraan Internasional berlangsung, diserahkan Tingkatan DAN V melalui wakil Master Oyama dan surat pernyataan menyesal tidak bisa hadir. Pada akhir 1981 itu Nardi pergi ke Jepang lagi bersama ibunya untuk beberapa saat, karena 1980 ayah Nardi meninggal dunia dan Nardi ingin menghibur ibunya ke Jepang, Taiwan dan beberapa negara Asean. Bagaimanapun Master Oyama merasa ada yang tidak pantas terjadi.(Surat surat beliau sebagai bukti).
Di Jepang, pada All Japan Karate Tournament 1981 Master Oyama masih menyempatkan mendatangi dan memberi salam ibu Nardi di Gedung Pertandingan dengan ramah dan penghargaan sewajarnya. Surat-surat beliau bernada menghimbau agar Nardi tetap loyal dan walau ingin memisahkan diri ke lain aliran, agar tetap berhubungan baik dengan Honbu. Kesan ini muncul pada diri Master Oyama karena fitnahan yang terus menerus bahwa Nardi tidak loyal. Padahal bagi Nardi, Master Oyama itu laksana orang tuanya sendiri. Kesalahan yang dilakukan juga perlu diluruskan tetapi tidak pernah dipungkiri bahwa dirinya adalah founding father Kyokushinkai Karate yang akan dihormati selamanya. Tetapi Nardi tidak ingin bersikap hormat buta. Mengikuti apa saja walau tidak semestinya. Nardi mempunyai prinsip hidup sendiri.
Organisasi Seni Bela Diri seperti karate ini jangan dikelola dan ditangani layaknya sebuah organisasi politik, masa dan sejenisnya yang banyak intrik dan kongkalikong, pagi kedelai sore tempe, pagi teman sore lawan apalagi dengan dasar dasar hukum dagang yang mengutamakan profit making dan profit taking. Hubungan bathin memegang peranan utama dan tidak bisa dikesampingkan. Tidak ada majikan (Boss) dalam Perguruan ini. Semuanya dilandasi rasa saling menghormati dan saling menghargai.
Sumbangsih kepada Perguruan dan sebaliknya harus berdasarkan itikad murni demi pembinaan phisik – mental spiritual generasi muda khususnya, menuju pribadi yang sehat lahir bathin. Pro Patria Et Populo – Untuk Nusa dan Bangsa. Mungkin dari 1000 orang yang diharapkan belum tentu tumbuh satu benihpun yang bersedia dan mau mencurahkan sebagian besar tenaga dan pikirannya untuk cita-cita ini. Hal ini bisa dimaklumi apalagi pada masa sekarang tuntutan mencapai karier lebih besar dan mendesak. Tidak bisa dikesampingkan.
Manusia perlu mawas diri. Manusia yang hanya melihat kelebihan dirinya sendiri, akan menjadi pongah, congkak, angkuh penuh kesombongan, ingkar diri dan hanya memandang ke atas, ke langit dan bintang-bintang saja dan terperosok lobang atau tergelincir karena batu kecil, bahkan ada yang berani menatap matahari yang berakibat fatal. Sebaliknya, manusia yang hanya melihat kekurangan pada dirinya dan selalu menunduk, kepalanya akan terantuk, menjadi rendah diri, kehilangan rasa percaya diri, cepat putus asa dan tidak berani menatap hari depan serta sering merasa gagal dan menjadi apatis. Kedua sifat dan sikap ini harus kita jauhi demi menatap hari depan dan hidup dalam lingkungan sesamanya yang sering bersifat kejam dan angkara murka serta penuh keserakahan.
Sebaiknya, mengisi kekurangan-kekurangannya dengan kelebihan-kelebihan yang ada pada dirinya betapa kecilnya semampu mungkin dan yang memiliki kelebihan menyadari bahwa kelebihan yang dimilikinya itu tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan sebagai manusia. Tiada sesuatu yang sempurna di bumi ini. Maka berjalanlah dengan memandang jauh ke depan tanpa menatap langit terus menerus atau menunduk ke bumi sepanjang jalan. Dengan ini semua manusia akan berkepribadian, luas pandangannya serta stabil, tidak sombong dan pongah apalagi menempatkan diri di awang-awang.
Dikatakan oleh Nardi, sejak berdirinya Perguruan Mei tahun 1967 selalu dihidupkan dan dibina semangat pada diri Nardi sendiri terutama yang coba dipancarkan kepada para pengikut dan pendukungnya sifat dan sikap seperti rasa percaya diri, saling menghargai dan menghormati, saling mempercayai dan penuh ikatan persaudaraan. Nardi mohon didalam memimpin Perguruan diperlakukan secara wajar wajar saja walau secara kebetulan sebagai Pendiri (Founding Father) dan Pimpinan Perguruan dan bisa dianggap dan diterima secara kesadaran tinggi disamping sebagai Pendiri, Pimpinan, Bapak jugas sebagai saudara, partner maupun teman agar ada interaksi, keterbukaan, dialog dan komunikasi satu sama lain yang selalu hidup didalam Perguruan. Ini penting untuk menjaga adanya kesinambungan dan hubungan yang harmonis disela segala tindak dan ketegasan sebagai ciri khas Perguruan.
Pernah diusulkan sekitar 1977 oleh motivator perpecahan Perguruan ini, agar Nardi dihindarkan dan dijauhkan dari warganya untuk menjaga kehormatan diri dan tidak mudah bersentuhan dengan pembantunya apalagi warga. Nardi tidak bisa menerima keadaan seperti ini. Keadaan ini merupakan suatu jebakan dan belenggu yang seolah-olah menempatkan Nardi di dalam cungkup kaca tebal, bisa melihat dan dilihat tetapi sulit berkomunikasi satu sama lain. Tersekat dan terisolir. Mungkin ini sudah merupakan salah satu taktik untuk menjauhkan Nardi dari sekelilingnya dengan dalih seolah-olah menjaga kehormatannya. Pengertian penghormatan apa ini?. Suatu pembungkaman dan isolasi secara halus! Ternyata dengan semboyan : Teguh – Tegak – Tegar kita tetap eksis walaupun harus melalui masa sulit yang panjang. Semua inipun tidak lepas dari bimbingan, ayoman dan lindunganNYA serta kepercayaan dan keyakinan diri. Karena itu,kata kata berhikmah seperti :‘Kepercayaan mempertebal keyakinan. Keyakinan mendorong semangat dan semangat adalah modal untuk maju dalam mencapai kehendak dan tujuan baik‘. Merupakan juga suara dari bathinnya yang selalu dihidupkannya..
Sejak Perguruan berusia muda, Nardi sudah berpesan; ringkasnya:
Saudara-saudara yang ingin mengikuti jejak dan membantu saya mencapai tujuan dan cita-cita, pasti tidak bisa selamanya menerima jalan pemikiran saya. Mungkin suatu waktu timbul rasa beda dalam tujuan dan arah. Hal ini wajar. Ibarat saudara-saudara saya ajak untuk mendaki gunung yang tinggi, terjal dan sulit. Yang diperoleh dari segala susah payah ini terutama hanyalah rasa kebanggaan bernilai tinggi apabila secara bersama-sama sanggup mencapai atau setidak-tidaknya mendekati puncak. Tetapi, sekiranya di tengah jalan saudara merasa tidak mampu lagi melanjutkan perjalanan yang tidak ringan serta melelahkan ini, ragu atau bimbang, maka dengan senang hati dan pengertian yang dalam saudara saya persilahkan menarik diri dengan baik-baik tanpa mengurangi rasa penghargaan saya kepada saudara, tidak ada pemaksaan.Tetapi, janganlah sekali-kali saudara berusaha dengan paksa mengajak rekanrekan lain yang masih ingin melanjutkan perjalanan bersama saya, apalagi mengganggunya dan menyabot serta melukainya agar tidak bisa meneruskan perjalanan menuju puncak. Saat itu perbuatan saudara tidak bisa saya tolerir dan terpaksa saya dorong untuk keluar dari rombongan agar tidak menjadi penghalang. Nardi memberikan contoh cerita yang mengandung arti dalam dan untuk diresapi bersama saat itu.
Kisah di bawah ini diceritakan Nardi dengan tujuan untuk menjadi bukti nyata bahwa sikap mental karateka, kepribadian dan cara membawa diri ditengah masyarakat sesuai Motto Perguruan: Karateka menghormati masyarakat, masyarakat menghargai karateka dan Karateka menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bukan sebaliknya. Apabila diterapkan secara sungguh-sungguh dan konsisten akan memberikan hasil balik yang bermanfaat dalam kehidupan di tengah masyarakat.
Baru saja Perguruan lepas dari berbagai kejadian serta goyangan dari dalam yang didukung seluruh kekuatan, baik kekuatan Nasional, Regional dan Internasional seperti dituturkan Nardi sebelumnya, muncullah di media cetak yang ikut mendramatisir kejadian ini, bahkan melalui teror pribadi seperti pengerusakan nama Perguruan yang tertancap di dinding kantor Pusat. Segerombol pencari berita gadungan yang sengaja mencemooh dan memanas-manasi Nardi dari belakang tempat duduk saat Nardi menghadiri Kejuaraan Karate di salah satu kota besar sekitar tahun 1983. Terlihat mereka adalah wartawan sejati yang rasional dan obyektif seperti dikatakan Nardi sebelumnya bercampur dengan pencari berita murahan untuk sensasi (Wartawan Amplop).
Nardi, setelah Kejuaraan selesai, bersedia menghadapinya untuk berdialog dan menjelaskan segala persoalan dan salah persepsi pada mereka yang menerima penjelasan dan suara-suara sepihak yang pasti penuh fitnah dan adu domba Nardi dengan press. Walau waktu itu sudah amat larut malam, mereka yang asli wartawan akhirnya merasa puas dan berubah sikap setelah mendengar penjelasan yang sebenarnya, yang gadungan meninggalkan sejak Kejuaraan selesai untuk cepat-cepat membuat berita sensasionil. Bahkan ada yang mewancarai Nardi sebelumnya dan mengancam akan menulis besar-besar berita tendensius serta menampilkan Nardi sebagai sosok rasialis yang bekerja hanya untuk satu golongan.
Nardi justru menantang untuk melakukannya dan sebelumnya cobalah bertanya pada orang-orang disekitar Nardi dulu. Berita-berita yang miring, memojokkan tanpa tatakrama jurnalistik dalam cara pemberitaan akibat kuatnya kebudayaan ‘Wartawan Anvlop‘ saat itu muncul. Semuanya sirna dan Perguruan tetap bernafas dan konsisten mandiri dalam pemikiran dan tindakan, tidak gentar apalagi menghambakan diri pada pihak-pihak tertentu demi mencari keselamatan diri. Perguruan yakin, dukungan para pencintanya akan sanggup mengusir kekuatan angkara murka ini karena perbuatannya dilakukan tanpa pamrih.