JALAN SETAPAK MENELUSURI 40 TAHUN PERGURUAN

JALAN SETAPAK MENELUSURI 40 TAHUN PERGURUAN
7 MEI 1967 – 7 MEI 2007

PROFIL

Dalam kisah lanjutan ` Sejarah Berdirinya Perguruan` kita jumpai nama Bapak May.Jen. WIDJOJO SOEJONO yang sekitar tahun 1972 adalah Pangdam VIII Brawijaya – Jawa Timur. Sejak Desember 2002 telah 20 tahun pesiun dengan pangkat Jenderah penuh dan menerima anugerah dari Negara Indonesia `Bintang Maha Putera`. Banyak orang yang mengenal baik beliau, memberi julukan ” Jenderal Cowboy”. Benar, julukan ini memang layak diberikan, tetapi dalam pengertian yang baik. Dalam acara diluar dinas, beliau selalu berpakaian santai. Celana jean dan baju bagian atas agak terbuka pada dadanya, berpenampilan keren serta cara berjalan yang gagah dan energik serta sepintas menimbulkan rasa serious yang tidak dibuat buat, pancaran mata yang tajam dan hampir tidak pernah tertawa lepas, kecuali senyumnya yang sangat berarti. Semua ini ada pada diri beliau. Tetapi, dibalik penampilan yang keras itu, beliau mempunyai perasaan yang amat halus dan lembut, berkepribadian dan berpendirian kuat serta seorang pemikir yang berwawasan luas dan dalam. Berjiwa Nasionalis dan Humanis serta jujur dan tulus mengenai rasa kebangsaan yang Bhineka Tunggal Eka.

Ucapan beliau selalu mengarah pada pembentukan karakter dan kepribadian. Baru pertama ini sejak perjumpaan saya sekitar tahun 1972 di Balai Sahabat Surabaya pada Peringatan HUT Perguruan Ke 5, berpuluh tahun lalu, merasa kagum dan hormat secara lahir bathin terhadap seorang Pejabat Tinggi. Seorang seorang Jenderal. Bukan karena posisi dan kedudukan serta pangkat beliau, tetapi karena ucapan ucapannya yang beliau contohkan secara konsisten dan konsekuen layak jadi panutan.

Dalam surat surat kepada saya bisa diikuti antara lain kata kata tokoh ternama termasuk Sastrawan dan Pujangga yang arif bijaksana dari kisah kisah lama seperti Master Gichin Funakoshi, pionir Ilmu Karate yang membawa karate pertamakali masuk Jepang dari Okinawa tahun 1923, saat Master Oyama baru lahir di Korea dan juga kutipan orang orang berbudaya dan Jenderal Besar dari daratan Tiongkok serta kata kata beliau sendiri yang selalu bermakna dalam; antara lain :

Kata kata Master Gichin Funakoshi, sudah pasti dijadikan salah satu pegangan hidup beliau yang berbunyi sebagai ” To know the old is to understand the new. The old, the new, it is just a matter of time. At all times man must know his way. The way who will walk it straight and well”. Kata kata ini artinya dalam sehubungan dengan sikap hidup manusia.

Kata kata Bapk Widjojo Soejono………Pasang surut dalam kehidupan adalah biasa. Kita tidak menggelembung dalam pasang, tidak juga meringkuk dalam surut. Orang harus kuat untuk survive Keluhuran budi tanpa kekuatan hanyalah akan menimbulkan kerusakan. Setelah meditasi, kontemplasi dan introspeksi seorang Martial Art Practitioner akan dapa tmengatakan : “I ask myself and feel no shame”. Bukan kemahirannya bertanding saja, tetapi, sebab memiliki mental yang sehat.

Sajak seorang Sastrawan Dinasti Tang yang terkenal. Li Pai, mengenai Kebenaran dan Keadilan yang sangat didambakan dan diharapkan akan muncul suatu saat sangat menyentuh hati beliau. Tentunya kita semua yang mendambakan hidup yang terelindungi dan bebas secara baik dan bertanggung jawab.

 

” For long I have not seen the Eastern Hill
How many times has the rose flowered
Do the white clouds as they scatter themselves
And behind whose dwelling sets the moon”.
 

Karena sesungguhnya di Timur tidak ada gunung, maka yang dimaksud Li Pai sebenarnya adalah kebenaran dan keadilan yang tidak pernah ada. Lihat di Indonesia, tiga bentuk zaman telah dilalui, meskipun mawar mekar, gugur, mekar lagi dan gugur lagi. Walau tidak bisa dibandingkan dengan zamannya Li Pai. Kita masih berharap suatu ketika nanti Kenaran dan Keadilan akan muncul sebagaimana Li Pai harapkan ribuan tahun lalu, rembulan akan muncul dan bersinar dibalik awan yang berserakan. Indah dan mengharukan isi sajak ini. Sangat sesuai dan cocok dengan keadaan Indonesia. Selanjutnya kata beliau….kita dahulu boleh dikatakan……..berangkat bersama sama dalam membina yang muda muda dalam periode mereka mencari bentuk kepribadian supaya mampu terjun ke masyarak luas dengan keluhuran budi, ketegaran watak, kepemilikian drive for achievement yang mendatangkan manfaat bagi banyak orang. Memang karate do adalah sarana pembinaannya, tetapi kita semua mengerti bahwa sukses seseorang karateka tidaklah berhenti di dojo. Ditengah tengah kehidupan manusia, ia harus berhasil dan berguna bagi orang banyak. Saya yakin Pak Nardi faham dan melakukan ini semua, oleh sebab itu, sambil meneruskan upaya yang baik itu, marilah kita merasa berbahagia. Kita berjalan dengan kepala tegak bukan karena kesombongan, tetapi karena ` in our way we feel that we contribute something to the human life`. Untuk regenerasi, beliau mengutip sajak teman beliau Captain Khin La dari Hongkong Coast Guards tigapuluh tahun lalu sebagai berikut :

 

Sometime, when you`re feeling important
Sometime, when your ego`s in bloom
Sometime, when you take it for granted
Your`re the best qualified in the room
Sometime, when you feel that your going
Would leave an unfillable hole
Just follow this simple instructions
And see how it humbles your soul
Take a bucket and fill it with water
Put your hand in it, up to the wrist
Put it out and the whole that`s remaining
is a measure of how you will be missed
You may splash all you please when you enter
You can stir up the water galore
But stop and you will find in a minute
That it looks quite the same as before

The moral in the quaint examples
Is do just the best you can
Be proud of yourself, but remember
There`s no indispensable man

 

 

Intinya, tiada seorangpun yang tak tergantikan pada saat yang tepat dalam suatu kegiatan apapun.

Semuanya bisa dialihkan pada yang lain asal pada saat yang tepat tadi dan semuanya akan kembali seperti semula. ( Ntn).

Selanjutnya beliau berkata :
…….Saya juga menciptakan kegiatan yang berguna untuk banyak orang yang meski tidak dipuji orang, tetap memberikan kebahagiaan kepada saya. Hal yang demikian memang tidak akan diberi oleh orang lain, melainkan harus kita bangun sendiri. Bangsa ini memang sedang barada dalam kebingungan dalam mencari bentuk tatanan kehidupan kebangsaan dan kenegaraannya. Memang diperlukan waktu untuk itu. Tetapi, disamping proses dan waktu, perlu sekali kesadaran bahwa yang sakit pada bangsa ini adalah : Leadership & Character. Sambil memikirkan jalan keluar terhadap dua hal itu, sesuatu sudah kita lakukan. Kita jangan turut sakit. ( Tepat sekali nasehat ini – Ntn ).

Tentang strategi beliau mengutip kata kata Jenderal Besar Sun Tsu, jaman Tiongkok silam, sebagai berikut:

To know the enemy, to know yourself
To fight one hundred battles, to win one hundred victories
but to win one hundred victories
through one hundred battles
does not make one a hero
To win one hundred victories without
a single battle
That is what makes one a hero
 

 

Makna sajak ini dalam scope kecil adalah : Memenangkan pertikaian tanpa perkelahian, itulah kemenangan sejati. Membuat seorang sebagai pahlawan kebenaran. Seorang Jenderal Besar Fan Li setelah memenangkan peperangan besar demi negaranya, secara diam diam meninggalkan Negara dan tentunya rajanya. Sebelum pergi ia memberi nasehat kepada kawannya, sebagai berkut :

Raja Yueh dengan lehernya yang panjang dan mulutnya yang berbisa adalah mitra yang baik dalam keadaan perang, tetapi tidak dalam keadaan damai.Maka engkaulah sahabatku, sebaiknya lekas pergi.

Dahulu, Jenderal yang baik dan bahkan berjasa pasti disingkirkan oleh Raja setelah memenangkan perang besar dan perdamaian sudah terwujud. Bagaimana di Indonesia ?. Sami ugi sami mawon !.

Satu strategi yang hingga kini sebenarnya masih valid khususnya bagi Pejabat Tinggi, tahu diri dan mawas diri. Demikian banyak contoh kebenaran kata kata Jendral Besar Fan Li ini di jaman Orde Baru Belumkah ini bisa menyadarkan mereka yang terkait didalamnya. Dari strategi, falsafah Para Pujangga, Sastrawan dan bahkan para Jenderal Besar khususnya di Jaman Tiongkok Kuno banyak diresapi secara mendalam oleh Bapak Widjojo Soejono dan beliau konsisten. Hikmahnya kita tanamkan dalam dalam di hati sanubari kita. Masih banyak saran dan nasehat beliau yang nilai keluhurannya sangat berguna dan tinggi. Pada Jambore Nasional I, tahun 1975 di Batu, dalam sambutannya beliau berkata :

…….”Apabila kita bertumpuan kepada harapan, maka menurut pengalaman apabila kita gagal kita amat kecewa dan apabila kita berhasil seringkali kita merasa di atas angin dan lupa daratan. Akan tetapi apabila kita berusaha keras, maka apabila kita gagal, kita akan mampu menyatakan kepada diri sendiri, kita akan mencoba lagi, kegagalan adalah ibunya sukses. Selanjutnya, apabila kita berhasil, maka kita akan bisa menselaraskan sikap kita dan akan bisa mengajar diri sendiri bahwa hasil ini hanyalah oleh karena kita telah berusaha keras”………… Bapak Widjopjo Soejono beberapa kali menghadiri Pertemuan, Pertandingan dan juga Kegiatan lain seperti pada HUT Ke 5 Perguruan di Balai Sahabat Surabaya tahun 1972. Kejuaraan Internasional di Gelora Pancasila Surabaya tahun 1973. Pertemuan di Puncak sebelum “Mintareja Cup” Menteri Sosial waktu itu di Jakarta tahun 1974. Jambore Nasional I di Batu tahun 1975. Pada musibah di Pantai Ngliyep 5 September tahun 1976 saat beliau sebagai Pangkowilhan bertempat di Ujung Pandang ( Makasar sekarang). Datang dengan menumpang Helikopter dengan diikuti Bupati Malang untuk coba melihat dari atas laut dalam usaha menemukan jenasah ke 8 karateka sekitar satu jam berputar putar pada radius yang cukup luas. Hari ke 3 kejadian.

Kehadiran beliau yang terakhir adalah saat menandatangani Prasasti Peresmian Honbu Dojo di Batu tanggal 7 Mei 2006 bersamaan dengan HUT 39 Perguruan. Pada saat beliau sudah berusia 78 tahun, tetapi tidak menghapus sikap dan kepribadiannya.

Yang paling unik dari kepribadian beliau, yang tidak terdapat pada Jenderal lain dan juga Pejabat Tinggi, baik semasa beliau masih Pangdam VIII Brawijaya, Pangkowilhan, Kaskokamtip dan hingga masa pension, sampai kehadiran tanggal 7 Mei 2006 lalu, selalu tepat waktu dan datang secara sederhana, paling berdua tanpa pengawal dan tidak pernah merepotkan Panitia. Kesederhanaan dan tepat waktu ini tidak pernah dilakukan oleh Pejabat lain disamping rewelnya penyambutan. Sikap arogan dan minta diistimewakan. Datang seenaknya dan selalu diwakilkan atau terlambat. Datangpun, tidak akan lebih dari 10 menit dengan alasan sibuk. Jauh dari beliau dengan segala ketulusannya. Beliau sungguh mempunyai kelebihan yang sulit ada duanya, baik diantara Pejabat Sipil maupun Militer. Demikian sekilas kepribadian seorang Jenderal, bahkan seorang Maha Putera yang layak jadi panutan bagi Pejabat lain. Bagaimana bersikap sebagai Pribadi yang harus memberi keteladanan.

 

o0o
Bapak R. Banoe Roesman Kartasasimta asli kelahiran Putera Madura. Masih mengalir darah biru pada diri beliau, tetapi tidak ada sikap feodalistis sama sekali, apalagi keangkuhan, khusus terhadap rakyat kecil. Pagi hari beliau sering dengan berjalan kali, berbincang bincang dengan masyarakat pada umumnya dan mendengarkan keluhan serta harapan mereka secara langsung. Saat itu beliau adalah Pembantu Bupadi Kdh. Kabupaten Malang di Batu.

Pejabat yang tegas, tidak pilih pilih dan berani tetapi seorang yang penuh disiplin diri. Penampilannya sederhana dan merakyat…..tapi jangan main main terhadap segala pelanggaran yang tidak layak. Tegas dan terus terang, keras tapi rasional.

Bapak R. Banoe Roesman Kartasasmita tahun 1968, satu tahun setelah Perguruan berdiri, adalah Presiden Perguruan yang cukup dikenal warga karena beliau secara aktif hampir mengikuti semua Acara – Upacara – Kegiatan Perguruan, sampai di Jakarta sekalipun; umpamanya pada “Mintareja Cup”.. Juga Kejuaraan Asia – Pasifik tahun 1981 di Jakarta.

Mengapa beliau ditempatkan sebagai Presiden Perguruan, ialah; karena beliau adalah pengayom sejati, sebagai Pejabat Tertinggi di Batu, mendukung dan sangat perduli akan ketenangan dan kelancaraan jalannya Pembinaan Mental di Kota kecil yang sebelumnya penuh kegaduhan dengan maraknya kenakalan remaja. Beliau menyakini dan bisa menghargai berdirinya PEMBINAAN MENTAL KARATE di Kota Batu, berangsur Kota Kecil ini menjadi tenang dan damai. Ada perasaan saling menghargai satu sama lain. Yang didalam Perguruan menjunjung tinggi peri laku dan mawas diri. Yang di luar merasa enggan berbuat hal hal negatif terhadap sesamanya, karena merasa sungkan melihat perilaku rekan rekannya yang penuh keteladanan.

Lahirlah Motto Perguruan yang berbunyi : Karateka menghormati masyarakat, masyarakat menghargai karateka. Karateka menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bukan sebaliknya.

Tahun 1968 itu, pada masyarakat umum, akibat gejolak G.30.S. PKI masih terasa dampaknya sehingga suasana sangat mencekam. Trauma akan masa masa pembantaian terhadap mereka yang dituduh ada hubungannya dengan gerakan ini. Bahkan mereka yang nyata nyata tidak pernah bersentuhan dengan faham ini secara langsung. Bahkan rekan dan teman saya yang saya kenal dengan baik, serta tidak pernah terlibat kegiatan kegiatan seperti Pemuda Rakyat dan sejenisnya, banyak yang terbantai secara mengenaskan. Semua bisa terjadi hanya karena fitnah dari mereka yang kurang senang pada mereka. Masih terbayang hingga kini wajah wajah mereka yang melambaikan tangannya pada saya waktu lewat di depan rumah sebeluim malamnya dieksekusi.Sungguh mengerikan. Satu contoh kecil kekejaman di jaman damai. Semoga tidak terulang kalau Negara ini benar benar menegakkan Negara Hukum yang konsisten. Rasa saling curiga mencurigai masih sangat kuat dan sadar akan keadaan ini, maka beliau mendukung sepenuhnya kegiatan yang bermanfaat khususnya bagi generasi muda ini.

Karena dojo saat itu masih di garasi samping rumah, maka beliau secara mendadak sering melakukan kunjungan ke rumah, untuk memberi kesan bahwa kegiatan latihan karate ini memperoleh perkenan dan didukungnya. Perhatian beliau pada Perguruan berlangsung hingga masa pension dan juga menjelang beliau meninggal tahun 1992. Kalau Bapak R. Banoe Roesman layak disebut sebagai ` Silent Protector` untuk pertumbuhan Perguruan di Kota dimana kegiatan ini lahir tahun 1967, maka Bapak Widjojo Soejono layak disebut sebagai `Silent Protector` untuk Tingkat Nasional

Kalau Bapak R. Banoe Roesman Kartasasmita melindungi benih yang masih lemah itu dan mengayominya terhadap kemungkinan prasangka masyarakat di Kota Batu, maka Bapak Widjojo Soejono mengayomi Perguruan dari angkara murka orang orang yang berkecimpung pada kegiatan perkaratean di Tanah Air yang merasa dirinya super dan paling sejati, menilai Perguruan yang tumbuh dari desa ini hanyalah sebagai `Perguruan Karate Gadungan` dan berusaha mengecilkan arti dengan usaha memojokkan serta mendiskreditkannya, khususnya dalam pergaulan umum dan sikap mental seperti ini masih terus berlanjut turun temurun. Hingga kini..

Kedua beliau ini saling mengenal dengan baik satu sama lain. Dua Pribadi yang jenjang kedudukan berbeda jauh, tetapi sebagai manusia, sangat memahami Perguruan dan saling menghargai dan menghormati. Bedanya, hingga saat ini Bapak Widjojo Soejono di usia ke 79 masih sehat dan bugar.

o0o
( nardi tn – II, 07)