Jambore Nasional I (1975)

Tahun 1975 saat Perguruan berusia 8 tahun diselenggarakan Jambore Nasional I di Pusat Batu dan merupakan event besar karena hampir 1500 warga dari seluruh cabang yang ada hadir saat itu. Bertindak sebagai Inspektur Upacara, Bapak Widjojo Soejono yang khusus datang untuk membuka Jambore ini.

Warga berbaris di samping Jl. Diponegoro – Jl. Gajah Mada, hingga Jl.Panglima Sudirman di depan Pusat perguruan

Saat beliau memasuki kota Batu, para karateka berbaris di kedua sisi jalan sepanjang hampir 1 km dengan rapi dari arah timur sampai didepan Pusat Perguruan. Penghormatan ini layak diberikan karena jasa dan kepedulian beliau kepada Perkaratean Nasional dan Perguruan, sebagai pengayom dan juga Ketua Umum PB FORKI. Hadir juga waktu itu, Bapak R. Banoe Roesman Kartasasmita, Presiden Perguruan, yang ikut menyambut beliau bersama Nardi dan senior lain serta beberapa Pejabat dari Kabupaten Malang dan Batu didepan Dojo Pusat.

Mobil Bapak Widjojo Soejono dikawal beberapa karateka senior sambil berlari. Suatu hal yang luar biasa yang sempat disaksikan masyarakat Batu, kerapian, kedisiplinan dan semangat para karateka yang tumbuh dari dirinya sendiri. Tanpa komando dan pengawasan, masing-masing mengetahui bagaimana memikul tugas dan tanggung jawabnya, khusus di hadapan mata masyarakat Batu.

Dalam sambutan Bapak Widjojo Soejono yang berbobot ada nasehat yang sangat berguna untuk direnungkan dan dijadikan pegangan dalam hidup ini, kutipannya sebagai berikut:‘Apabila kita bertumpu pada harapan, maka menurut pengalaman, apabila gagal, kita akan amat kecewa dan apabila berhasil, seringkali kita merasa diatas angin dan lupa daratan. Akan tetapi, apabila kita berusaha keras dan gagal, kita akan mampu menyatakan pada diri sendiri bahwa akan berusaha mencoba lagi karena kegagalan adalah ibunya sukses. Selanjutnya, apabila kita berhasil maka kita akan bisa menyelaraskan sikap kita dan kita akan bisa mengajar diri sendiri bahwa hasil ini hanyalah oleh karena kita telah berusaha keras’.

Bapak Widjojo Soejono adalah orang yang bijaksana dan selalu berpikir dan berbicara dengan jiwanya yang tulus, jujur dan ikhlas, khususnya yang menyangkut kemanusiaan. Kalimat-kalimat yang diucapkan selalu bermakna sangat dalam, satu segi yang jarang terdapat pada tokoh lain, kata Nardi dalam memberikan kesan akan pribadi Bapak Widjojo Soejono, pribadi yang sangat dihormati olehnya sejak perkenalan pertama di Surabaya 1971 di rumah dinas Pangdam VIII Brawijaya di Jl.Darmo No.100. Kesan ini tertanam di hatinya dalam kesempatan berbincang dengan beliau dan juga memperhatikan sikap dan segala langkah yang beliau lakukan.

Pada tahun itu ,1975, 27 tahun lalu dalam kesempatan omong-omong santai sebelum upacara pembukaan Jambore Nasional, dihadapan banyak tamu, juga perwakilan media cetak, Bapak Widjojo Soejono menyampaikan pandangan dan pendapatnya mengenai pengertian berbangsa dalam satu negara, yaitu antara ASLI dan TIDAK ASLI. Pendapat beliau; kalau kita mau jujur, maka tidak ada istilah Bangsa Indonesia Asli. Beliau tidak sependapat dengan istilah Pribumi dan Non Pribumi. Semua diantara kita ini merupakan keturunan ras lain. Tidak ada Bangsa Indonesia asli. Yang dikatakan aslipun dahulu juga sebagian besar merupakan keturunan Raas Mongolit dari utara. Jadi, sebaiknya tidak perlu dipermasalahkan Asli dan Tidak Asli. Semuanya tidak asli.

Saat itu beliau sudah berpandangan demikian kritis padahal tokoh lain bahkan bersikap rasis dan membeda-bedakan keturunan seperti istilah Pri dan Non Pri yang dijadikan alasan untuk mendiskreditkan salah satu golongan tertentu, seperti ekstrimnya bangsa Jerman dibawah Adolf Hitler yang merasa bangsa paling unggul dan murni keturunan Ras Aria, menjadikan bangsa lain dianggapnya tak berderajat dan bermartabat kecuali bangsa Jerman asli. Merasa diri paling murni dan bahkan bernafsu membantai bangsa lain dengan berbagai alasan.‘Deutchland uber alles‘ semboyannya. Pikiran dan pandangan jauh ke depan ini sesuai dengan apa yang menjadi pola pikir Nardi yang menyakini bahwa seorang pemimpin haruslah selalu memandang jauh ke depan. Tidak boleh picik dan dangkal!. Obyektif dan rasional. Adil dan jujur.