POLICY TOKYO HONBU

POLICY TOKYO HONBU
POLICY YANG MEMPORAK PORANDAKAN NAMA BAIK
DAN MEMECAH BELAH KARATEKA KYOKUSHINKAI
 

Sebenarnya saya sudah berkata beberapa kali, jenuh untuk membicarakan problem yang satu ini. Tetapi, sebagai konsekuensi dari Perguruan yang dikenal cukup luas, dihadapkan banyaknya SMS dan e-mail, baik pribadi maupun melalui Website Perguruan yang menginginkan penjelasan dan tidak bisa satu persatu saya jawab, maka terpaksa saya tuturkan sekali lagi dalam tulisan dibawah ini. Bukan bermaksud menyudutkan salah satu pihak khususnya di Tanah Air, tetapi hanya ingin mengungkap fakta dan kebenaran yang bagi kaum awam kurang bisa difahami.

Beberapa waktu lalu tersiar berita ada serombongan Orang Jepang datang ke Tanah Air untuk meresmikan Perwakilan Baru, mungkin jagonya yang dahulu pernah diperalat, dipuja dan disanjung karena sanggup memenuhi selera dan diharapkan bisa mengambil alih Perguruan ini serta diharapkan bisa memenuhi hasrat Pusatnya, dinilai kurang berpotensi lagi, tidak fresh dan makin terkena kanker ( Kantong Kering ) akhirnya, tanpa rasa sungkan sungkan disingkirkan melalui rancangan dan persiapan cukup lama dan ditentukan pilihan tokoh baru yang lebih afdol dan komplit yang mampu mengembangkan Kyokushinkai Karate di Tanah Air dan bisa merupakan lahan baru yang menjanjikan. Bahkan ada berita, seyogyanya Negara sebesar Indonesia ini ada puluhan Branch Chiefs ( Lucu benar ). Seolah bolah Negara ini jajahannya sehingga seluruh bisa dikendalikan dari Tokyo, padahal KONI melalui FORKI dalam AD – ART nya melarang hal ini.

Mungkin, melalui karate dianggapnya negara ini milik embahnya dan diatur sesukanya yang di Negara Negara lain yang sudah faham akan maksud dan tujuan yang terselubung, tidak lagi keranjingan untuk diberi status yang kemungkinan besar hanya dijadikan sapi perahan. Untuk keuntungan Tokyo Honbu yang makin memecah belah aliran ini di Indonesia khususnya. Mana peduli manusia manusia ini. Yang utama, hasratnya terpenuhi. Indonesia kan selalu dianggap sebagian pihak luar lemah dari rasa kebangsaan dan kebanggaan nasionalismenya. Mudah disepelekan. Dipermainkan. Ada peraturan tapi tidak dijalankan, karena itu kita dalam banyak hal sering dilecehkan.

Mengapa saya berani mengatakan seperti tertulis pada judul penuturan ini ? Semua ini berdasarkan fakta serta pengalaman panjang dan pengamatan yang dalam dengan mata, melalui pkiran dan kenyataan. Saya sudah mendampingi Perguruan PEMBINAAN MENTAL KARATE beraliran Kyokushin Karate ini hampir 41 tahun sejak Mei, 1967 yang hingga kini Perguruan ini tetap berpusat di Batu – Malang, Jawa Timur. Kota kelahirannya. Pernah bertahun tahun mengikuti gejolak dan segala policy Tokyo Honbu sejelas jelasnya, apa lagi saat menduduki Vice Chairman Asia Tenggara beberapa tahun dan belum pernah dinonaktifkan serta mengikuti beberapa pertemuan baik di Tokyo Honbu maupun di Singapore dan juga pembicaraan pembicaraan para senior yang pernah merasakan pahit getirnya perjuangan Master Oyama dan dirinya masing masing sejak berpuluh tahun sebelumnya dalam memperkenalkan sistim Full Contact ini khususnya di Jepang sendiri, belum lagi ke luar negeri, karena aliran ini adalah yang termuda diantara sekian banyak aliran yang tumbuh di Jepang sejak Okinawa Te diperkenalkan Master Gichin Funakoshi tahun 1923 sebagai pionir di Negara Matahari Terbit ini dan berubah nama menjadi KARATE ( Tangan Kosong ). Saat Master Oyama baru lahir di Semenanjung Korea.

Benih aliran ini sudah disemai dan ditebarkan di ladang Tanah Air sejak berpuluh tahun lalu pada saat Kyokushinkai Karate dan Nama sosei ( Founding father ) Mas Oyama belum dan samasekali tidak dikenal di Tanah Air, kecuali oleh segelintir pribadi yang ada kaitannya seperti Mas Agung, pengusaha dan pemilik Toko Buku Terbesar waktu itu di Indonesia yang berada di Jl. Kwitang – Jakarta yang ternyata mengenal dalam kaitannya dengan buku buku Master Oyama.

Yang menaburkan benih pertama dan memperkenalkan secara terbuka di Tanah Air adalah Perguruan ini, sehingga muncul semboyan : ” Tiada Kyokushinkai Karate setua Perguruan ini di Indonesia “. Satu kenyataan yang tak terbantah. Dengan demikian, 90 % atau bahkan 100% karateka Kyokushinkai di Indonesia adalah anak – cucu dan bahkan mungkin buyut Perguruan ini

Nama Kyokushinkai Karate dengan sistim `Full Contact` sama sekali belum pernah didengar sebelumnya di tengah masyarakat. Saat itu Kyokushinkai Karate sulit diucapkan, dieja bahkan para insan perspun, kalau mau benar tulisannya, harus berhati hati mencontohnya satu persatu, huruf demi huruf, atau akan salah eja. Nama Mas Oyamapun siapa yang peduli. Apa itu, merek pakainkah atau merk hasil produksi Negara Jepang ?

Kenangan ini masih kuat melekat didalam ingatan saya, bahkan oleh para wartawan senior bidang olah raga yang mungkin sekarang juga sudah lanjut usia seperti saya, karena seringnya kita berkumpul bersama, pers meeting, berdialog mengenai Perkaratean khususnya yang satu ini, yang masih jauh dari pengamatan mereka. Dialog ini dilakukan di Surabaya maupun di Jakarta terbanyak. Demikian banyak tulisan tulisan press menyangkut Perguruan ini yang unik sebagai Anggota Forki resmi tahun 1972 yang sistimnya sidikit banyak berbeda dibanding yang lain yang sudah lebih dulu. Sayapun sebagai Penanda Tangan berdirinya FORKI (Federasi Olah Raga Karate Do Indonesia) pada kongres PORKI IV (Persatuan Olah Raga Karate Do Indonesia) di Jakarta dan saat itu yang paling menonjol sebagai penggagas adalah Bapak May. Jen. WIDJOJO SOEJONO yang akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum PB FORKI I.

Dibawah ini saya tidak bermaksud menyudutkan salah satu pihak, siapapun dan apapun di Indonesia, melainkan mengkritisi cara dan pola Tokyo Honbu dengan policynya yang mengecewakan. Sekarang saya memang tidak mempunyai kepentingan dan ikatan apapun setelah pengalaman panjang yang saya alami. Satu pengalaman bagaimana nasib Ilmu Karate yang katanya berfalsafahkan Bushido ( Jalan Ksatriaan ) sudah dibengkokkan sekedar untuk keuntungan materi melalui kepopuleran nama aliran, laksana orang buka kedai, segampang jual pisang goreng yang hampir setiap orang suka. Karate lain.

Kalau sekedar pisang goreng, biar gorengannya tidak matang, setengah matang dan tidak enakpun, tidak menimbulkan masalah asal terjual habis. Keuntungan sudah didapat walau pelanggannya kapok. Pindah tempat, buka kedai baru. Jual pisang goreng lagi. Tapi karate. Sangat erat dan kuat hubungannya dengan pembanguna mental dan karakter manusia. Jangan berpegang pada pengertian; pokoknya untung. Ada tanggung jawab moral didalamnya. Sayang, Organisasi yang sudah mendunia ini hancur berkeping keping karena didorong keserakahan untuk mengeruk keuntungan materi tanpa lagi memperdulikan kehormatan diri dan diabaikannya penghormatan terhadap sesamanya. Sayang!

Saya hanya ingin menyampaikan apa adanya, jujur sesuai kenyataan pada mereka yang mungkin silau akan semuanya ini. Sejak mengenal Kyokushinkai Karate dan falsafahnya tahun 1957 – 58 hingga berdirinya benih Perguruan 41 tahun lalu, maka ini hanya sebagai satu penuturan saja. ” Dibaca mungkin tiada guna, bagi yang sudah mengerti dan merasakan, dilewatkan mungkin sayang karena berguna bagi yang belum pernah merasakan “.

Saya sudah berkorespondensi dengan Master Oyama sekitar tahun 1962 – 63 dimana beliau mulai buka dojo kecil disalah satu studio sekitar tahun 1956. Mengenal nama Oyama lewat satu kisah dahsyat dari salah satu majalah saat itu yang dilakukan Pendiri Aliran ini khususnya dalam memperkenalkan karate ke Luar Negeri terutama ke A.S. yang merupakan gerbang utama menuju kepopulerannya. A.S. hingga sekarang nomor wahid dalam merangkum `Show Biz ` di dunia. Saya memperoleh alamat beliau dari Mas Agung, pemilik Toko Buku Agung di Jl. Kwitang yang pada waktu itu juga menyediakan Buku Buku Masster Oyama seperti ` What is Karate ? ` dan `This is Karate` yang sempat booming saat itu. Saya mendapatkan alamat Pendiri Aliran ini sekitar tahun 1962 dan mungkin lupa, tahun 1967 Master Oyama memperkenalkan nama Mas Agung pada saya karena saat itu ada pendekatan dari Master Oyama untuk mengadakan show besar di Jakarta menyusul gagalnya Bandot Lahardo menumbangkan sapi jantan di Senayan dalam show yang iklannya menggelegar jauh dari kenyataan.

Dari Mas Agung yang berhati murah dan tulus saya memperoleh alamat Pendiri Kyokushinkai Karate ini yang kebetulan kenal dengan Mas Oyama secara pribadi dan secara langsung saat ke Tokyo, mengenalkan nama saya kepda beliau sebagai seorang pengagum akan jalan pikiran, falsafah dan sistim karatenya yang realistis dari Kancho Oyama, dari Batu, Malang. Bahkan saya didaftarkan untuk memperoleh Membeship Card yang waktu itu terasa berat andaikan tanpa bantuan beliau ( Mas Agung ) Tahun 1959 – 1967 saya memang 80% berada di Jakarta. Mulailah saya berkorespondensi dengan Master Oyama sekitar 1962 itu dan surat almarhum yang terakhir tahun 1989, 5 tahun sebelum beliau meninggal tahun 1994.. Dari hasil korespondensi yang gencar bertahun tahun, saat idealisme beliau masih murni dalam mengembangkan Ilmu Karate yang telah dirintisnya menjadi Karate Dunia dengan segala pengorbanan dan jerih payahnya yang menimbulkan rasa kagum dunia, khususnya pada diri saya dan bertekad mengikuti jejaknya, walau saat itu Seni Beladiri Karate sama sekali belum dikenal dibanding Jujitsu dan Judo, kecuali Pencak Silat dan Kungfu yang memang jauh sebelumnya sudah ada. Karate baru masuk Indonesia pertamakali, aliran Shotokan, tahun 1964, dibawa oleh Drs. Baud A.D. Adikusuma dan rekan rekan yang akhirnya membentuk Persatuan Olah Raga Karate Do Indonesia ( PORKI ). Kebanyakan mereka adalah mahasiswa yang selesai studynya di Jepang dari bantuan beasiswa Hasil Pampasan Perang yang juga mengikuti beberapa aliran karate selama kuliah, pada umumnya karate aliran Shotokan, Wado Kai, Goju Kai dan sebagainya atau mereka kuliah atas usaha sendiri di Universitas Jepang itu.

Sungguh, cita cita, jalan pikiran, semangat, philosofi dan sistim yang realistis dari Kyokushinkai Karate ini terasa sangat menusuk tajam didalam hati ini, sesuai dengan gairah dan pikiran serta keyakinan saya dalam Seni Beladiri sehingga sejak berkoresponsi dengan Pendiri aliran ini, keinginan saya suatu saat bisa datang ke Tokyo untuk lebih mendalami serta memahami sistim, karakte ini yaitu : Intisari pemikiran jernih yang terkandung didalamnya.

Baru tahun 1964 secara praktis saya memperoleh bimbingan, arahan dan ` The inner meaning of karate` secara nyata dari seorang yang saya anggap sebagai guru ( sensei ), juga sahabat yang baik dan penuh pengertian akan idealisme saya; yaitu A. Yoshida yang faham mengenai cara latihan latihan dasar, sistim dan tujuannya khususnya Basic Karate – Kihon yang hingga kini saya anggap hal utama dan sangat penting, tidak pernah ditinggalkan dalam menggembleng seorang karateka yang diharapkan akan kuat lahir bathin, phisik – mental.

Basic yang di drillkan setiap kali latihan merupakan a-b-c dan 1-2-3 nya Ilmu Karate yang pada umumnya diabaikan. Belum tahu a-b-c dan 1-2-3 nya karate sudah diminta untuk membuat karangan dan menghitung tabel yang rumit. Mungkinkah ? Barangkali, tanpa latihan dan persiapan yang baik dan sungguh sungguh, seorang karateka, pada setiap ujian ke tingkat DAN, salah satu syarat ialah; melakukan sesi Basic ini, yaitu seluruh tendangan, seluruh macam pukulan dan tangkisan sampai selesai dan diulang dengan masing masing 30x gerakan hingga 7 x berturut turut tanpa ada diberi kesempatan istirahat yang akan memakan waktu hampir 5 jam. Melakukan dengan stabil dan bersungguh sungguh dibawah kontrol yang ketat. Bukan hal yang ringan dan mudah.

Bulan Mei, 1967 setelah saya secara permanent kembali ke Batu, saya coba ajarkan apa yang saya miliki dan saya kuasai. Melihat semangat 3 pemuda yang pertama kali saya berikan latihan karate sejak Februari 1967, bertahan dengan antusias serta mengikuti semua petunjuk yang saya berikan. Menggugah pikiran dan semangat saya, timbul keyakinan dan percaya bahwa kaum muda juga bersemangat dan bersungguh sungguh mau mengikuti latihan ini. Maka, bulan Mei tanggal 7, 1967 merupakan permulaan Perguruan PEMBINAAN MENTAL KARATE yang waktu itu masih bernama – GO NO SEN – mulai dibuka untuk umum dan tumbuh pertamakali serta mendapat sambutan luar biasa dari para remaja, pemuda dan juga kaum dewasa di Kota kecil Batu. Sebuah Kecamatan waktu itu. Nama GO NO SEN (Defensive is offensive) saya cantumkan karena alasan; saya belum secara resmi mendalami aliran ini dibawah arahan Pendiri Mas Oyama dan memperoleh legalitas dan identitas yang mungkin berguna. Pikir saya waktu itu.

Baru tahun 1970 dengan bermodalkan tekad dan dukungan pribadi yang menyadari cita cita dan keinginan besar saya, tanpa persiapan matang dalam hal finasial, hanya sebagai ` Bonek ` alias Bondo Nekad, berangkat melalui Singapore ( waktu itu Chairman Asia Tenggara di Singapore ) beberapa lama karena kandas disana akibat beaya sebelum akhirnya dengan bantuan Kepala Imigrasi Kedutaan Besar Jepang di Singapore, seorang Warga Negara Singapore, Mr. Wong, bisa berangkat menuju Tokyo Honbu.

Baru tahun 1971 permulaan, setelah saya kembali dari mengikuti Special Black Belt Course di Tokyo Honbu, yaitu harus sanggup tiap hari berlatih 3 x, pagi, sore dan malam secara padat yang menyebabkan dalam waktu singkat kehilangan berat badan yang lumayan drastis sehingga Master Oyama kuatir kalau saya jatuh sakit, padahal saya tetap sehat bahkan makin lebih sehat dari hasil latihan yang keras ini. Food supplement khusus diberikan pada saya oleh beliau melalui Madam Oyama agar saya bisa mengatasi kondisi badan yang menjadi kurus dalam beberapa bulan saja. Kedatangan saya ke Tokyo Honbu memang secara `vivere pericoloso` – nyrempet nyrempet bahaya – tanpa kemampuan dana nyata dan semua ini juga atas dorongan Master Oyama sendiri.
Dengan segala kekurangan dan kesempitan dana dan bantuan dermawan tertentu tadi saya masih sanggup bertahan dan kembali ke Indionesia menjelang akhir 1970.
Maka sampai di Indonesia, mulai permulaan Januari 1971 saya ubah nama Perguruan : PEMBINAAN MENTAL KARATE – GO NO SEN – menjadi : PEMBINAAN MENTAL KARATE – KYOKUSHINKAI KARATE DO INDONESIA karena saya diangkat sebagai Branch Chief Indonesia dan Chief Instuctor Pertama di negeri ini berdasarkan : ” By Law For Foreign Branch Chief “. Semuanya masih indah saat itu, karena idealisme murni masih transparan dan layak diikuti dan ditaati. Dimanapun di dunia ini yang dinamakan Branch Chiref ya cuma satu, berlaku di mana mana sesuai ` By Law …..` tadi.

 

Tahun 1972 Federasi Olah Raga Karate Do Indonesia terbentuk seperti saya tuturkan diatas dan Perguruan saya daftarkan sebagai PEMBINAAN MENTAL KARATE KYOKUSHINKAI KARATE DO INDONESIA. Akhirnya terdaftar di FORKI sebagai KYOKUSHINKAI saja hingga kini karena kalau dieja keseluruhan, akan terlalu panjang.

Dari pengalaman sejak berkorepondensi dengan pendiri aliran ini, sosei Oyama, hingga tinggal di Apartment kecil milik founding father ini tepat dibelakang Kyokushin – Kaikan Head Quarters, Tokyo Honbu tahun 1970 serta kepergian saya beberapakali ke Tokyo Honbu antara lain tahun 1972, 1975, 1978, 1979, 1980 dan 1981, sebelum diselenggarakan Kejuaraan Asia Pasifik di Jakarta, banyak pengalaman yang saya rasakan, juga yang getir dan pahit. Dengan nalar seobyektif mungkin disamping hal yang baik dan tetap layak ditiru, juga lebih banyak hal prinsipiil maupun perubahan sikap Tokyo Honbu yang dalam dan mendasar yang kurang bisa saya terima. Bisa dibuktikan belakangan makin banyak dan makin gencarnya gerakan pemisahan diri yang terjadi, baik di Jepang maupun di dunia . Bekas Juara Juara Dunia memisahkan diri belum lagi senior yang merasa diperlakukan kurang manusiawi. Policy makin bergeser meninggalkan prinsip prinsip mulia penuh kebanggaan dan harga diri yang dulu sangat dipegang teguh oleh Master Oyama serta pribadi disekitarnya dan para senior.

Adanya pengaruh dan belenggu serta kekuatan yang kurang wajar telah mengubah wajah International Kyokushin – Kaikan Karate Organization secara drastis. Ada apa ?

Semuanya yang baik sesuai dengan prinsip dasar ` Bushido` ini tiba tiba menukik tajam mengarah pada perpecahan dan disharmonisasi dikalangan para pengendali organisasi yang makin mendunia ini setelah makin kuatnya Tokyo Honbu Committee yang seolah olah memenjarakan dan membelenggu dengan tekanan kuat idealisme founding father yang dikagumi dunia dengan pelahan tetapi pasti sehingga benih perpecahan dan keruntuhan nampak nyata. Seolah olah satu kapal dua nahkoda. Nahkoda dengan legalitas ( Master Oyama ) dan nahkoda kekuatan finansil. Ini yang selalu dihindari Perguruan. Dualisme yang saling bertentangan prinsip dasarnya.

Hal ini ditandai dengan keretakan keretakan yang makin memuncak karena kakunya policy dan pemaksaan pemaksaan serta ancaman ancaman yang sering dilontarkan melalui suara Pusat Organisasi di Jepang ke seluruh cabangnya di dunia. Juga terhadap cabang cabang di Jepang sendiri. Seolah olah lupa bahwa dunia sudah jauh berbeda. Pemikiran manusia jadi lebih bebas serta tidak ingin dan tidak sudi tunduk melalui penekanan, khususnya dalam dunia kecil karate. Pengertian dan ikatan bathin serta rasa saling menghargai dan menghormati merupakan dasar yang selamanya tidak bisa diabaikan, apalagi dilanggar.

Kalau saya amati secara mendalam, sebagai Branch Chief dan Chief Instructor pertama untuk Indonesia, karena saya juga mengenal banyak senior baik dari Jepang sendiri khususnya dari luar negeri, perwakilan di dunia. Bersahabat dengan beberapa pribadi yang ada dalam lingkaran Tokyo Honbu ( Tokyo Head Quarters ), walau kebanyakan bersifat tertutup kecuali yang dekat dan saling memahami Permasalahan utama adalah; semacam problem perebutan rejeki khususnya dari orang orang yang saat Master Oyama mulai mendunia, banyak berpartisipasi dalam hal pendanaan dengan pamrih tentunya dan bersemayamnya pribadi pribadi sebagai bunglon yang manis manis dan seolah olah loyal, tetapi menyebabkan keruntuhan integritas dan kebesaran tokoh sentral ini sehingga banyak orang dahulu demikian loyal dalam pengertian yang sesungguhnya dan bertanggung jawab, bukan terhadap Tokyo Honbu saja, tetapi dalam menjaga nama baik Aliran dan Pendirinya, justru terhempas secara menyakitkan. Padahal orang orang itu penuh dedikasi serta sanggup berkorban demi ikut mengembangkan aliran termuda di Jepang ini, sehingga merasa kecewa, karena policy yang terasa sangat memecah belah sekedar demi keuntungan sepihak. Pihak Jepang dan kelompok itu itu saja..

Cengkeraman yang makin mencekik ini tanpa diikuti rasa pengertian yang berlandaskan saling membutuhkan menimbulkan kekecewaan demi kekecewaan sehingga jurang pemisah makin lebar dan dalam. Tanda tandanya, makin banyaknya para senior baik secara diam diam maupun terang terangan makin menjauh dan secara tajam bisa diartikan ` merasa muak ` melihat ini semua. Seolah olah dan mungkin satu kenyataan bahwa Master Oyama hanya sebagai figur saja yang ditinggikan sedangkan policy dikuasai oleh mereka yang hanya melihat potensi yang bisa dikeruk serta dijadikan sumber rejeki dengan meraup keuntungan sebesar besarnya tanpa peduli bahwa tindakan itu menyakitkan banyak pihak. Menghancurkan reputasi Organisasi Dunia ini dan terutama; menodai nama Kyokushinkai Karate.

Mereka lupa, bahwa dua PM Jepang pernah duduk sebagai Ketua Kehormatan Organisasi ini, juga tokoh tokoh dunia yang multi raas. Sungguh, satu malapetaka jadi kenyataan, kebesaran yang pernah dirasakan akan makin pudar manakala policy kaku ini tetap dijalankan. Seperi point of no return.

Satu contoh diantara banyak contok didunia. Saat Mr. Ivan Savetchanos, Branch Chief Australia, rekan Master Oyama beberapa tahun lalu didepak, karena katanya tidak taat pada Peraturan Tokyo Honbu, sampai terasa seperti mengemis datang ke Jakarta saat Kejuaraan Asia Pasifik tahun 1981, ikut rombongan berlibur di Bali walau dengan pesawat lain, tetap dihempaskan dan tidak dimanusiakan lagi. Lalu Branch Chief Australia dipindahkan ke Shihan John Taylor ( rekan saya ), tetapi nyatanya, John Taylor ini segera putar haluan dan masuk IKO III , International Karate Organization lain, meninggalkan kedudukan semula dan menjauhi IKO I yang dipimin Penerus Master Oyama (katanya). Mengapa ?. Bisa dibayangkan dihubungan berdasarkan penuturan saya ini.

Saya menyadari dan memahami bahwa satu organisasi besar apalagi ruang lingkupnya mendunia, pasti sangat membutuhkan pendanaan yang besar pula. Tidak ada satu gerakan dan kegiatan apapun di dunia ini yang lepas dari segi dana, atau akan macet dan runtuh. Hanya caranya, mau melihat bidang apa ini. Tidak bisa digeneralisasi dengan usaha lain, bisnis umpamanya. Ini perkaratean yang dipertaruhkan nama seni beladiri karate yang bertumpu pada sikap dan sifat keluhuran budi. Bukan sebuah badan yang semata mata hanya mengejar `profit taking` dalam pengertian; keuntungan materi semata, seperti dalam dunia dagang dan perusahaan. Itupun masih ada etikanya.

Sayapun termasuk orang yang tidak bisa menerima ini semua. Saya mengagumi, mendalami Kyokushinkai karate adalah karena metodenya, sistimnya, realitasnya yang sesuai dengan jiwa dan semangat saya Bukan secara borongan harus juga memboyong dan meniru, apalagi menghamba corak organisasi yang amburadul, main tekan dan sewenang wenang tanpa menghargai harkat serta martabat sesama manusia dan hanya mengedepankan kekuasaan dan kesewenang menangan sepihak. Siapa mau apabila kita mau sedikit berpikiran sehat dan rasional sebagai bangsa yang mempunyai harga diri.

Terhadap sosei Oyama sebagai Founding Father, saya tetap hormat dan respek dan saya junjung sebagai Bapak Kyokushinkai Karate, namanya sejak saya kembali dari Honbu tahun 1970 tetap saya abadikan dengan ” Mas Oyama`s Karate System ” di HAKI kan.
Juga fotonya semasa muda dan berjaya serta setelah lebih berusia tetap terpampang di depan atas Honbu Dojo di Pusat Perguruan di Batu. Walau demikian, bukan berarti saya ikuti semua yang tidak sejalan dengan kewajaran apalagi bertentangan dengan pandangan universal. Bagi saya, menghormati, menghargai bukan berarti tetap buta mata dan tuli terlinga. Akan saya pilah pilah dan saya bedakan antara Pendiri dan Policy. Pendiri menyangkut jiwa apa yang didirikan dan sistim. Policy bisa berubah dan belum tentu sejalan pemikiran saya. Yang baik dari manapun datangnya perlu kita contoh, tidak perlu malu apalagi hal yang demikian kita ingkari. Munafik namanya. Tetapi yang buruk buat apa kita sanjung apalagi kita puja dengan menundukkan kepala dan yes….yes…. hanya demi menyenangkan yang dipertuan, mengejar status. Satu status yang justru merendahkan martabat kita.

Martabat manusia bukan ditentukan karena kita menyontek dan membeo sesuatu yang pernah besar, diikuti pengabdian pada keangkara murkaan dan pendewaan terhadap pribadi, terhadap satu policy yang tidak layak dan tidak pantas kita ikuti, kita contoh dan jalankan, tetapi martabat manusia ditentukan pada segi kemampuan kita sendiri untuk mengolah segala sesuatu menjadi karya yang layak dibanggakan karena memang layak dibanggakan.

Akibat ini semua, disamping banyak yang bersimpatik pada saya, baik di Jepang sendiri juga dari rekan rekan di luar negeri yang sefaham, maka sebagai akibatnya yang pasti, saya tidak disukai khususnya oleh beberapa pribadi disekeliling Master Oyama yang kabarnya juga ikut datang ke Jakarta beberapa waktu lalu. Tanpa malu malu dan tidak mau ingat atau sengaja melupakan saat dulu sebagai pendukung getol murid Perguruan ini saat mencoba mengobrak abrik institusi ini dengan dukungannya penuh dengan cara memperalat dan mempromosikan senior yang ambisius Perguruan ini.

Golongan vested yang hijau ikut hijau, coklat ikut coklat bahkan hitam menjadi lebih hitam kelam ini yang ikut kemana angin berhembus, asal menguntungkan dirinya tanpa mau menengok temgkuknya sendiri dan tidak peduli walau dulu orang itu dipujinya, tapi nyatanya habis manis sepah langsung dibuang, dihempaskan dan dirampas wewenangnya secara keji. Merampas Perguruan ini pasti tak mampu karena tidak ada ketergantungan dan keterikatan satu sama lain. Kita mandiri. Ibarat seorang setelah lulus satu Perguruan Tinggi, dia bebas mengamalkan ilmunya. Tidak harus dikontrol dan dikendalikan Perguruannya apalagi diekploitasi.

Bagi saya, yang terpenting adalah; prinsip yang sudah tertanam dalam tentang tujuan dan ` The inner meaning of Karate ` tetap saya pertahankan dan jalankan selama 41 tahun dengan stabil dan konsisten. Dilaksanakan sesuai inti sari, maksud dan tujuan yang terkandung didalamnya. Tidak pernah goyah dan tanpa mengekor serta tunduk dibawah tekanan apapun sekedar untuk mengejar,memperoleh perpanjangan status Tokyo Honbu yang tidak ada artinya bagi saya dengan melihat kenyataan serta mengorbankan martabat dan harga diri. Apapun akibatnya.

Saya melihat dan menilai secara obyektif apa yang dirasakan para senior yang dulu ikut merasakan pahit getirnya perjuangan untuk menampilkan nama alran ini ke permukaan, bahwa pandangan dan prinsip prinsip pendirinya yang dulu bercita cita mulia, agung, membanggakan sesuai dengan intisari Bushido sudah menjadi luntur setelah pengaruh orang orang disekitar Kancho Oyama ( Tidak Semua ) yang jiwanya memang 100% diarahkan untuk mencari keuntungan materi belaka. Atau kemungkinan besar Master terpaksa karena seolah olah ditodong kelompok yang dominan dalam banyak segi. Tapi bukan semangat dan jiwa karate do. Master sepertinya tak berdaya karena Master pernah menyebut saya : ” My son Nardi ” dan saya faham jiwa dan semangatnya. Master Oyama sepetrinya terjebit ditengah batu raksasa. Seperti tertulis dalam suratnya 5 tahun sebelum meninggal.

Master Oyama, sesuai pengakuannya dalam suratnya, sangat tersudutkan dengan problem dana yang diakuinya dalam salah satu suratnya pada saya karena terlanjur segala beaya besar yang digunakan untuk penyelenggaraan acara seperti All Japan Open Karate Tournament, World Open Karate Tournament dan juga kabarnya saat pembuatan film ` The Strongest Karate ` telah melibatkan penyandang dana yang mungkin kurang tulus dan hanya memandang dari sudut keuntungan dagang, akhirnya menggerogoti sendi sendi organisasi dan menimbulkan percikan percikan api yang makin membesar. Mereka bukannya membantu menyehatkan organisai, tetapi justru menggerogoti sendi sendi kebesaran yang dulu pernah dirasai serta banyak dikagumni. Semua tindakan, keputusan yang diambil terlihat terlalu komesiil, padahal salah satu prinsip pendiri aliran ini adalah: `Uang memang diperlukan, tetapi jangan sampai ……….`

Pengaruh Tokyo Honbu Committee, seperti dikatakan Tadashi Nakamura Shihan, seorang yang cukup senior dan merasakan pahit getirnya dalam merintis perjuangan Kyokushinkai Karate menuju kepopulerannya, baik di Jepang khususnya keluar negeri, sampai sekarang tetap aktif mengajar karate di A.S. berkata pada saya setelah selesainya World Open Karate Tournament I, 1975 di Gedung BUDOKAN, Tokyo; bahwa diharapkan saya tetap setia pada Kancho Oyama dan Kyokushinkai Karate tetapi dia yang sudah hampir separo hidupnya mengabdikan diri pada karate ini, segera akan meninggalkan Kancho dan Kyokushinkai Karate serta akan membentuk Perguruan ` Seido` karate di A.S. Shihan Nakamura sangat kecewa karena ia ikut mengembangkan aliran ini juga di Luar Negeri. Dikatakan oleh beliau bahwa : ` Kancho telah dikelilingi dan dikuasai Tokyo Honbu Committee yang terlalu komersial `. Saya terharu mendengar kata kata ini sambil makan fright rice di sebuah kedai kecil, karena selama saya mengikuti Special Black Course di Tokyo Honbu, juga beberapa kali memperolah pengarahannya. Pribadinya yang luwes dan demikian loyal pada Kancho Oyama dan cita citanya. Juga menghempaskan diri karena merasa dihempaskan oleh kekuatan Tokyo Honbu Committee juga.

Sejak itu para senior mulai bergolak dan bergejolak. Shihan Shigeru Oyama (bukan keluarga Master Oyama walau nama keluarga kebetulan sama), rekan Shihan Tadashi Nakamura yang selalu berdemonstrasi berpasangan pada event event besar juga membuka dojo sendiri di New York, AS. Beliau memang agak pendiam, jadi jarang membuka isi hatinya. Policy Tokyo Honbu makin menyimpang jauh dan benar benar sudah diluar rel kewajaran. Benar, yang dikatakan Shihan Tadashi Nakamura, terlalu komersial.

Memperlakukan karate ini seperti dalam dunia usaha dan perdagangan. Adu domba dimana mana antara guru dan murid, khususnya murid yang kemampuan finansiilnya jauh diatas gurunya, mungkin ada penyandang dana dan backing kuat dibelakangnya, tidak peduli, penilainnyua lebih menitik beratkan hal materi daripada kemampuan dan kefahaman ideologi karate. Selalu dicari alasan hanya untuk menekan dan menekan dan kalau tidak berhasil diperaas, dicari pengganti yang sesuai seleranya untuk bisa dikeruk keuntungan tanpa lagi ada rasa malu untuk memalingkan diri dari etika yang seharusnya dipegang teguh dalam corak berorganisasi karate yang sesungguhnya, yaitu; mengedepankan kehormatan dan kepatutan akan etika hidup. Oshi Shinobu Bukan seperti dalam politik pada umumnya. Pagi kedele, sore tempe – Pagi teman, sore lawan !

Saya masih ingat, saat akhir tahun 1970 saya kembali ke Indonesia sebagai Branch Chief dan Chief Instructor Pertama untuk Indonesia dan berisi Peraturan & Ketentuan serta Hak & Kewajiban seorang Branch Chief yang tercantum dalam ” By law for foreign Branch Chief “. Betapa layak isinyanya saat itu.

Isi yang dulu bermartabat ini diinjak injak dan dunia jadi sadar bahwa; yang dinilai bagi seorang Branch Chief itu bukan kwalifikasinya, dedikasinya serta kepatutan dalam mengemban tugas dan mengembangkan Kyokushinkai Karate serta cara menjaga nama baik Tokyo Honbu dan Kyokushinkai Karate, sesuai yang tercantum, melainkan hanya…uang dan uang. Percaya ?

Semua dinilai dengan uang. Ada surat yang menyatakan bahwa ukuran loyalitas seorang Branch Chief adalah : Berapa banyak jumlah warga yang didaftarkan ke Tokyo Honbu termasuk pendaftaran untuk memperoleh Sertifikat DAN….. maksudnya seperti dikatakan saat pertemuan di Singapore waktu itu. Tanpa memperhatikan dan mempersoalkan kualitas tentunya. Pokoknya banyak ! Seharusnya, setidak tidaknya keduanya ini harus berimbang. Ya kualitas dan partisipasi kepada Pusat di Tokyo. Kalau ini wajar saja karena mutu tetap terjaga secara menyeluruh. Phisik,Mental – spiritual. Keadaan sepeti ini yang sejak semula saya abaikan dan bahkan saya tentang, apapun risikonya.

Buktinya, setelah saya merasa tidak perlu lagi berafilasi dengan segala kebobrokan ini, melalui agennya, tersedia Sertifikat DAN dan Kartu Keanggotaan Tokyo Honbu seumur hidup yang sudah lengkap sampai dengan tanda tangan Kancho Oyama ( Kosongan ), yang tinggal mengisi nama siapa yang akan menerimanya asal………… Sampai saking menguntungkan karena tarifnya aduhai, setelah Master Oyama meninggal tahun 1994, setelah itu masih keluar Sertifikat dengan tanda tangan almarhum. Terus dan masih terus berjalan. Karena apa ? Lucu bukan. Almarhum sudah meninggal 1994, tanda tangannya masih tetap tercantum. Memang mungkin sekiranya setiap manusia sanggup mengundang orang yang sudah meninggal untuk mencoretkan tanda tangannya…..Mengerikan bukan !

Saya, sekitar tahun 1984, pernah ditegur keras oleh Tokyo Honbu Committee melaui salah seorang yang hijau jadi hijau, coklat jadi coklat tadi seperti saya sebutkan diatas, karena katanya; saya telah menghujat Kancho dan Tokyo Honbu atas tulisan saya sekitar tahun 1982 – 83 di tiga Harian Nasional tentang ketidak setujuan saya akan praktek praktek yang tidak terpuji ini yang tidak bisa saya terima dan laksanakan atau akan berakibat rusaknya nama Perguruan yang saya bangun sejak 1967. Juga katanya, karena saya mempersalahkan dan menekan pembelot yang dia anggap sangat hebat, lebih dari saya ( gurunya ). Kalau terus demikian, saya akan dipecat….ha….ha….saya tertawa dalam hati. Pecat, saya tak butuh legalisasimu di Indonesia sekarang. Legalisasi Perguruan sudah diperoleh dari masyarakat berdasarkan kenyataan.

Waktu kedatangan di Jakarta, diumumkan bahwa jagonya ini dihempaskan. Walau mungkin tidak terang terangan. Saya tidak tahu. Dulu katanya hebat, setia, memenuhi selera, dipuja. Sekarang sampai hati menghempaskan pribadi yang sama secara lebih menyakitkan dari saat Perguruan ini diobok obok tahun 81 an. Mana hatimu, mana perasaanmu, mana moralmu bisa berbuat demikian!

Master Oyama sendiri (1982) dalam surat jawaban kepada Chairman Asia Tenggara yang berkedudukan di negara mini sebelah sana, atas permintaannya agar saya didongkel sebagai Branch Chief dan Chief Instructor di Indonesia, menjawab bahwa; hal itu tidak myungkin, karena falsafah Bushido melarang seorang murid terang terangan melawan dan menentang superionya, masudnya dalam hal ini saya, gurunya. Karena bertentangan dengan Bushido, kata Master. Malunya, sekian tahun di Kyokushinkai – Kan tidak mengerti perbuatan mendukung orang yang kelakuannya tidak etis, yang begini ini bertentangan dengan Bushido, falsafah utama Seni Beladiri Karate. Ini kalau orang Belanda bilag : Sudah blauwe oogen ! Mata jadi biru melihat hidangan……yang nikmat didepannya. Apapun dihalalkan.

Hal tulisan saya sekitar 1983 – 1984 yang membuka di Media Nasional apa adanya, karena saya sangat dirugikan, nyatanya saya difitnah di media nasional juga oleh kaki tangan Tokyo Honbu yang notabene adalah murid saya terdekat sebelumnya. Kalau tidak saya ungkap, Perguruan ini dianggap masyarakat sesuai yang difitnahkan, antara lain; yaitu: Hanya untuk satu golongan, Keuntungan (hasil) saya makan sendiri dan sebagainya yang tidak sedap. Pokoknya saya ini diumumkan sebagai rasialistis dan serakah. Intinya, satu usaha Character Assassinations yang gagal, sekali lagi. Kenyataan membuyarkan usaha ini..
Sekarang, dirinya sendiri merasakan persis seperti kejadian beberapa tahun lalu yang menimpa Perguruan ini. Saya bersyukur 100 % saat itu Organ Perguruan aktif tetap mendukung Pusat hingga kini. Sejarah berulang dan lebih menyakitkan. Ini akan terus terjadi apabila kita tidak mau mawas diri. Kita dipermainkan dan jengkel, yang di sono tertawa tawa karena upeti dengan deras sudah mengalir sampai jauh…. Mengapa saya harus menutupi, melindungi hal yang tidak layak ini. Kalau demikian yang diminta dan diharapkan dari saya, berarti saya setuju, saya ikut melakukan dan saya ikut mendukung cara cara yang saya nilai tidak bermoral ini. Bukan penilaian saya pribadi, tetapi seperti saya katakan; siapa saja yang rasional berpikirnya dan ini universal, dirasa oleh tokoh tokoh aliran ini di dunia secara umum. Seperti saya katakan diatas; hanya sistim, metode dan realitasnya yang sesuai dengan pengertian Seni Beladiri serta selaras dengan jiwa saya yang akan saya ikuti,saya kembangan karena saya yakin baik dan bermanfaat. Bukan struktur organisasi dan tata cara serta perilaku orang orang yang tidak menghargai sesamanya ini harus saya borong dan boyong keseluruhannya ke Tanah Air. Bukan demikian karakter saya. Buat apa dipertahhankan semua omong kosong ini. Lain kata lain perbuatan. Bisanya hanya mengoyak persatuan dan menodai nama Kyokushinkai Karate. Kalau manusianya, apa kelebihan karateka Jepang dan kita diukur martabat sebagai sesama manusia. Sama, tidak diatas bangsa ini.

Saya bersedia ikut membantu mengembangkan aliran ini di Tanah Air seperti apa yang sudah saya lakukan sejak 1967, dimulai dari kota kecil Batu, tetapi, apabila ternyata berlanjut dengan cara cara diluar nalar. Merendahkan martabat sesama karateka, menjadikan sesamanya sebagai budak perahan yang mudah dikuasai dan diatur melalui jalan yang keliru dan tidak layak, maka sudah pasti akan saya tentang dengan segala daya dan sudah saya lakukan sejak 1983.

Saya beberkan apa adanya dengan segala risiko yang saya anggap kecil dibanding nilai harga diri dan nama Perguruan ini yang sudah puluhan tahun memegang prinsip dengan teguh. Kalau tidak, nama dan integritas saya akan cemar dan pasti berdampak pada Perguruan yang saya pimpin dan saya pertanggungjawabkan. Konyol kalau saya bersedia dan mau terus dipojokkan, dilecehkan dan direndahkan oleh mereka yang berkarakter dan bermoral demikian rendah. Masyarakat awam dan bahkan warga yang berada didalam Keluarga Besar Perguruan ini, apalagi yang belakangan masuk Perguruan bertahun tahun setelah kejadian tahun 1981 yang menimpa Peruruan ini, pasti tidak faham mengapa dan apa sebab semuanya ini. Ada yang berpikir, setelah Sosei Oyama meninggal saya baru berani bersuara. Itu tidak benar. Seperti sudah saya sampaikan, di tahun 1983 sudah saya buka secara umum di media nasional.

Saya tidak mau, tidak sudi dan tidak bersedia sepenuhnya untuk berkomplot dalam menipu dan mengorbankan warga Perguruan yang berisi dan dihuni pribadi pribadi dan warga yang sudah mempercayai bertahun tahun kredibilitas Perguruan ini. Sejak itu saya jadi bersikap `Independen` tanpa tertarik untuk condong ikut dan berafiliasi dengan siapapun, termasuk IKO II, IKO III dan lain lain yang ingin agar saya bergabung. Buat apa. IKO I pun, tidak menarik walau warisan Sang Pendiri, katanya.

Saya percaya diri. Perguruan tanpa itu semua tetap akan jalan. Semasa Perguruan mulai tumbuh, saya bermodalkan Ilmu Karate yang dijuluki Karate Ndeso, bisa tumbuh dan mendapat kepercayaan masyarakat. Ini modal terpenting. Simpatik dari bangsa sendiri. Kecil tapi mengkristal dan solid daripada besar hanya fatamorgana dan penuh khayalan serta mengejar sekedar status yang gombal.

Adu domba sering terjadi antara Pimpinan, guru ( senseinya ) dan warga yang akhirnya hanya ditentukan kesanggupan materi. Berapa kamu sanggup dan mampu ? Yang sanggup finansiil, dialah pimpinan. Konyol benar apabila dunia karate diperlakukan seperti ini. Disamakan dengan jual pisang goreng di tiap kedai yang dibuka untuk umum. Keliru semua ini. Tidak semudah dan sesimpel itu.
Keadaan inilah yang menyebabkan dan menjadikan perpecahan dimana mana, ironisnya disulut oleh Policy Tokyo Honbu sendiri. Banyak yang meninggalkan nama aliran ini bukan di Luar Negeri saja, di Jepangpun sudah terbelah dan pecah, apalagi setelah Sosei Oyama meninggalkan “Gading yang penuh retak ini” walau pepatah mengatakan : Tak ada gading yang tak retak` tetapi retaknya gading kan bukan sengaja dibuat seperti retaknya gading yang satu ini.

Negara bagian di AS, Eropa dan Asia Selatan sudah puluhan tahun banyak yang sadar karena sudah merasakan dahsyatnya bahan peledak ini. Yang sadar dan cepat cepat memakai baju anti ledakan, lebih banyak selamatnya dan jauh dari rasa kekecewaan. Tidak hendak dipermainkan dan diadu domba dengan struktur Branch Chief yang katanya dalam satu Negara bisa dibentuk sebanyak banyaknya Branch Chief dengan minimal tingkatan DAN sekian yang gampang dibuat. Padahal. Policy membangun banyak Branch Chief di Negara orang lain ini adalah policy yang tidak bersih. Mengapa ?

Ancaman halus maupun terang terangan pasti akan datang apabila ` Upeti ` dianggap tidak sesuai dan memenuhi harapan dan selera orang orang di Tokyo Honbu. Kecuali jaminan ini cukup sepanjang kejenuhan belum tiba. Ada ada saja alasannya untuk menggeser seseorang dan menggantikannya dengan yang lain, terbanyak, seperti sudah sering terjadi, dimana mana, ialah antara guru dan murid. Murid melawan guru dalam perebutan demi memperoleh sekedar status padahal ini sangat bertentangan dengan jiwa dan prinsip `Bushido`.seperti dikatakan oleh Master Oyama himself saat membalas permintaan seorang bunglon yang ingin kejatuhan saya dengan segera dan digantikan murid saya yang ambisius dan punya banyak backing saat itu. Dijamannya Orde Baru yang sistim backing backingan sangat dominan disegala tingkat kehidupan. .

Ya benar, saya jatuh dan tidak disukai sebagian besar orang orang Tokyo Honbu Committee, tapi tidak di hati Kancho Oyama yang memang ada ikatan bathin dan memahami jiwa saya sejak semula saya kenal seperti saya memahami jiwanya. Sebagai Pimpinan juga ikut menegur saya. Hal itu wajar saja karena lingkungan disekeliling menghendakinya, tetapi yang pasti tidak membencinya didalam hati sampai akhir hayat beliau. Saya yakin akan hal ini karena menyadari sejak bertahun tahun, saya loyal bukan diukur akan kenyataan lahiriah, tetapi loyal dalam pengertian dalam dan tulus. Dimata yang lain, yang tidak suka kebandelan saya ingin sekali melihat keruntuhan dan kehancuran saya.

Yang utama, tidak jatuh di mata Organ Perguruan yang selama pergolakan itu, organ aktif dan berfungsi, jumlah terbesar para senior tetap mendukung Perguruan dan khususnya masyarakat Indonesia, simpatisan aliran ini. Terbukti selama 41 tahun Perguruan tetap eksis secara nyata dan makin kompak dan menyatu. Selama kuat melayani nafsu dan tuntutan yang di sono. Selama itu posisi seseorang akan tetap dipertahankan. Apakah demikian corak satu institusi Seni Beladiri yang mengutamakan jiwa yang luhur dan jujur? Cara seperti inilah yang dirasa juga oleh rekan rekan sepantaran di Luar Negeri yang memuat gerah untuk tunduk dan mengikutinya.

Saya bertutur apa adanya karena memahami segala cara dan siasat dan pernah merasakan ini semua sejak puluhan tahun lalu. Sampai kini policy ini tetap saja dan bahkan tak terkontrol serta makin semaunya oleh pribadi yang berada diatas yang katanya Penerus Master Oyama.

Prinsip hidup saya tidak mungkin dan tidak pernah mau tunduk pada tekanan, apalagi ancaman hanya sekedar untuk minta atau mempertahankan status. Dari siapapun. Kebanggaan, harga diri, kehormatan institusi Perguruan harus dijaga dan dipertahankan. Dominasi yang bersifat kesewenang wenangan harus ditolak. Perguruan ini tetap independen dengan prinsip prinsip dasar; bahwa Perguruan Seni Beladiri ( Karate ) bukan dan tidak dikelola layaknya Perusahaan. Layaknya sebuah usaha bisnis yang hanya berpfikir terutama akan ` Profit Taking`. Perguruan Seni Beladiri tidak diorganisir seperti Ormas atau Orpol. Perguruan Seni Beladiri mengutamakan Pembentukan Phisik yang sehat lahir bathin, yaitu: Berisi moral, Mental – Spiritual dan pembagunan karakter manusia yang kokoh serta bisa dipertanggung jawabkan. Satu institusi untuk membentuk insan bermartabat.

Apakah kita mau terus diadu domba diantara sesama akan apa yang sepenuhnya kita bangun dengan susah payah hanya untuk memberi kepuasan penjajah melalui perkaratean demi keuntungan materi pada pihak sana ? Terserah. Masing masing bisa menentukan sikap sesuai keyakinan. Yang pasti, kebenaran berdasarkamn pengalaman ini pasti akan dirasakan setiap orang pada umumnya yang pernah terlibat. Maukah kita berhati hati dan jangan sampai terantuk kepala kita lagi sehingga terasa amat menyakitkan. Berat menyampaikan hal yang demikian ini, tetapi fakta dan kenyataan berbau busuk dibungkus rapatpun, pasti tercium juga. Demikian.

 

o0o
( nardi tn – Maret 08 ))