HUT PERGURUAN V (1972)

Pada HUT Perguruan tahun ke 5, 1972 di Balai Sahabat Surabaya, Nardi saat itu dalam sambutannya menyampaikan unek-unek dan keluh kesahnya di hadapan para Pejabat Jawa Timur termasuk Bapak Widjojo Soejono. Salah satu kata-kata Nardi yang paling keras adalah: ‘Kalau sekiranya Perguruan ini tumbuh dan ternyata memang melakukan hal yang terlarang, merusak para remajanya serta merugikan masyarakat serta melanggar hukum di Indonesia, tidak perlu warga perguruan diperlakukan secara tidak manusiawi. Ambil saja Pimpinannya dan gantung di tengah alun alun’. Mengapa Nardi menyampaikan uneg-uneg ini?.

Karena di beberapa cabang Perguruan ada kejadian-kejadian yang tidak layak, umpamanya; pakaian anggota saat latihan dikencingi oleh warga salah satu Perguruan lain dan nyata-nyata direstui dan bahkan dianjurkan pelatihnya karena sudah diindoktrinasi pimpinannya bahwa Kyokushin karate ini karate gadungan dan berbagai hal lain yang tidak layak. Mungkin sepotong kalimat ini menyentuh hati nurani Bapak Widjojo Soeono saat itu, khususnya mengenai perkaratean di Indonesia, dan selesai acara HUT saat Bapak Widjojo Soejono pamit, beliau memberi salam kepada Nardi dengan matanya yang tajam, memancarkan keprihatinannya yang dalam dan meyakinkan Nardi sambil berkata: ‘Nanti perkaratean kita benahi’.

Suatu kalimat yang menyejukkan dan bisa dipercaya karena keluar dari hati seorang tokoh yang patut dihormati dan disegani. Halus dan berkepribadian, pemikir dan berpikiran jauh dan dalam walau berwajah keras, tetapi hatinya lembut. Bapak Widjojo Soejono adalah salah satu Jendral pemegang Bintang Maha Putera. Akibat penyampaian uneg-uneg Nardi yang keras di hadapan Pejabat Tinggi di Jawa Timur itu, ada sebuah Perusahaan Besar yang semula ingin menjadi sponsor pada event-event besar menyatakan menarik diri dan seorang penghubung yang kehilangan rejeki sebagai akibatnya, marah dan kecewa.

Persetan dengan itu semua, kata Nardi. Dalam memimpin dan mengarahkan Perguruan, Nardi tidak mau dibawah tekanan siapapun. Lebih baik bubar daripada harus merangkak-rangkak mengorbankan harga diri. Ini prinsip hidupnya!.