Di negeri ini sejak beberapa puluh tahun lalu istilah `Full Contact System` yaitu sistim Pukulan – Tendangan Langsung` mulai terdengar secara umum dimulai dalam Kejuaraan yang diselenggarakan Perguruan Pembinaan Mental Karate – Kyokushinkai Karate Do Indonesia. Perguruan yang lahir 7 Mei 1967 di Batu – Malang. Istilah Full Contact ini pertamakali ditulis oleh Press pada Home Tournament Perguruan tahun 1972 di Surabaya yang diselenggarakan di Gedung Gelora Pancasila yang saat itu merupakan Gedung Olah Raga termegah di Jawa Timur, memperebutkan `BRAWIJAYA CUP` pada saat Bapak WIDJOJO SOEJONO menjabat sebagai Panglima Daerah Militer VIII Brawijaya sekaligus terpilih sebagai Ketua Umum Federasi Olah Raga Karate Do Indonesia I pada Kongres PORKI IV di Jakarta tahun itu juga. Di dalam Perguruan sendiri, walau belum secara terbuka, sistim ini sudah dipraktekkan diantara Warga Perguruan, sehingga pada acara HUT Perguruan dan demonstrasi terbuka, masyarakat Batu khususnya dan para Undangan sudah mulai menyaksikan bagaimana sistim ini sebenarnya. Bukan hanya ketahanan phisik dan mental saja yang menonjol, tetapi bagian badanpun seolah olah bisa mengantisipasi cara cara berbenturan dengan lantai yang keras, karena tidak pernah mempergunakan matras, juga tehnik dan pertahanan tubuh apabila tiba tiba harus terpaksa berbenturan dengan dinding yang keras, agar saat beradu, ketanggapan timbul secara refleks dan tubuh terselamatkan secara tepat dan aman. Sistim ini sudah mulai disinkronkan dengan methode latihan dan kegunaannya. Benar, penonton sering mendesah keheranan melihat para karateka sepertinya tidak mengenal rasa sakit dan melakukan semuanya dengan wajar apa adanya, tapi spektakuler. Mereka hingga kini sebagian masih merupakan keluarga di Batu dan yang dari Para Mahasiswa yang juga banyak tinggal diluar negeripun tentunya masih ingat saat mereka berlatih dahulu. Warga di Batu, Anggota Mahasiswa di Malang yang pernah berlatih pada saat Perguruan mulai tumbuh dan Anggota dari PUSDIK ARHANUD Karangploso merasakan waktu itu betapa mengkristalnya sistim latihan, ketahanan phisik dan praktek nyata yang bisa dibuktikan manfaatnya. Saat itu PORKI terus bergolak saling adu tingkat dan wewenang dan dibawah kepeloporan Bapak Widjojo Soejono yang secara intensif melakukan pendekatan secara persuasif, dicari alternatif lain dan pada Kongres PORKI IV di Jakarta tahun 1972 itu dicapai kesepakatan bersama dan berdirilah Federasi Olah Raga Karate Do Indonesia ( FORKI ) hingga kini. Pada saat diselenggarakan `Home Tournament` 1972 itu dan terutama pada Kejuaraan Internasional I, 1973 juga di Gedung Gelora Pancasila Surabaya, istilah Full Contact menggema di Media Cetak dengan tulisan tulisan yang cukup mencolok karena sistim Pukulan – Tendangan Langsung ini baru pertamakali dipertontonkan di Bumi Indonesia dalam kapasitas sebagai Pertandingan Internasional dan masyarakat penggemar pertandingan Seni Beladiri sangat ingin tahu bagaimana Full Contact itu berlangsung. Pada Kejuaraan Internasional I, 1973 itu dengan dihadiri Ketua Umum PB FORKI dan beberapa Pengurus Pusat dari Jakarta, Gedung Gelora Pancasila dipadati penonton dan diluar masih berjubel penuh dengan para peminat yang ingin nonton tetapi kehabisan tiket sehingga bagi yang sudah memiliki tiket, untuk masuk gedung saja sulitnya bukan main. Masyarakat benar benar sangat antusias akan bentuk baru sistim pertandingan ini, lebih nyata, komentarnya. Ciri khas sistim Full Contact pertandingan Karate Olah Raga Perguruan ini seolah olah merupakan `Trade Mark` tersendiri di dunia karate kita dan berlanjut hingga jauh sesudahnya dengan makin seringnya diselenggarakan Pertandingan Sistim ` Full Contact` di Tanah Air secara berkala. Bukan menonjolkan diri, tetapi suatu kenyataan bahwa Perguruan ini merupakan Pelopor (Pionir) dalam memperkenalkan sistim ini di Indonesia dan melaksanakan secara konsekwen baik Pembinaannya di Dojo, program dan tanggung jawab yang selaras, di latihan khusus untuk Para Pembina ( Pelatih ), di Kejuaraan baik Antar Dojo, Kejuaraan Daerah maupun Kejuaraan Nasional / Internasional. Warga tidak dibina tergesa gesa sekedar untuk memenuhi target jangka pendek / bisa diselenggarakan satu Pertandingan, tetapi kesempatan yang diberikan pada sebagian kecil karateka yang senang akan Olah Raga Karate Pertandingan untuk mencapai Prestasi layaknya Olah Raga lain, disesuaikan dengan persiapan dan kemampuannya. Tidak semua Warga ingin jadi Karateka Petanding. Tapi, bagi yang senang Perguruan juga memberi kesempatan menyalurkan melalui Kejuaraan Kejuaraan.Tidak pernah terfikirkan untuk membentuk ` Karateka Instants` dalam bentuk yang amburadul dan asal asalan yang belakangan ini muncul dengan Panji Panji Aliran ini sambil merasa diri besar laksana katak bernaung dibawah tempurung. Syukur, hingga menjelang 40 tahun usia Perguruan, minat masyarakat tetap besar untuk menontonnya dan bisa membedakan, malalui pengamatan yang jernih, mana yang berencana dan mana yang untuk tujuan dangkal.
Masalah seperti ini jamak terjadi disegala sektor apapun, apabila sesuatu itu memperoleh respons dan perhatian masyarakat, maka timbul dan muncul dengan mudahnya istilah full contact imitasi, digodok masih mentah cepat cepat dihidangkan, sekedar digunakan untuk mengiklankan diri sebagai daya tarik bagi masyarakat yang gemar menonton Pertandingan Karate Olah Raga. Cara menarik keingintahuan ini sering dengan jalan pengelabuan dan membesar besarkan suasana. Pokoknya, asal bisa mempertemukan dua orang berhadap hadapan lalu saling pukul memukul dan tendang menendang dalam pertandingan karate, maka dengan gampang diberi predikat Pertandingan `Full Contact`. Bahkan dalam satu pertandingan, para petanding bergelut seperti layaknya dalam pertandingan gulat dimana kedua badan memang harus dan sering bersentuhan, sambil berpukul pukulan sejadi jadinya, seperti perkelahian layaknya di jalanan ( Street Fights ), didramatisir dan di iklankan dengan menyebut sebagai pertandingan ` Full Contact `. Semua ini dilakukan untuk menarik minat penonton tanpa mengerti arti dan makna Full Contact System sesungguhnya, apa dan bagaimana sebenarnya. Atau memang sengaja sekedar untuk publikasi sistim populer ini. Lebih mengecewakan lagi, banyak kegiatan karate yang menyebut dirinya bersistim `Full Contact`, yang dulunya juga faham apa full contact itu karena dari sumber yang sama di Tanah Air ini, berdasarkan kenyataan` Tiada Kyokushinkai Karate setua Perguruan ini di Indonesia`, sekedar untuk bisa cepat dikenal, menonjolkan sistim ini dalam pertandingan karatenya yang sering muncul belakangan, karena pura pura tidak memahami arti yang dalam dari makna sistim terbaru ini atau mengerti tetapi tidak perduli asal tujuannya tercapai. Pura pura lupa mengapa dan bagaimana sistim digunakan sebagai bukti nyata dari latihan yang intensif dan terarah, mempunyai arti yang dalam dengan segala alasan serta prinsip dan landasan yang kuat. Semua ini diabaikan dan sekedar menyelenggarakan Pertandingan Full Contact, dibentuklah `Karateka Instants` – Karateka dadakan, yaitu; sekelompok orang dilatih asal tahu cara pukul – tendang, tahu sedikit tata cara latihan, pertandingan dan peraturannya lalu diselenggarakannya Pertandingan Karate dengan sistim `Full Contact` dan yang didatangkan dari luar juga karateka instants juga, karateka jadi jadian ditambah satu dua karateka asli agar terlihat formil. Akibatnya, sering membuat penonton kecewa, karena yang tampil adalah `Karateka Instants` tadi dengan sikap mental jauh dari seorang karateka yang tergembleng lahir bathin sesuai kaidah dan jalur sesungguhnya. Lalu, asal bisa menunjukkan penampilan yang bisa ditonton, tanpa kenyataan yang selaras dengan tujuan seorang belajar `Martial Arts`, segera dipromosikan ke DAN. Jadi diselenggarakannya Pertandingan Karate ini adalah sebagai titik kulminasi pertanggungan jawab kepada seseorang untuk legitimasi mendapatkan Tingkat DAN di sumbernya. Inilah corak Karateka Instants – Pembentukan Karateka dengan sistim gampang gampangan saja.
Di dunia ini, mana ada sesuatu yang dibuat asal jadi, cepat cepat tanpa landasan yang kuat dan benar, bisa dipertanggungjawabkan, tiba tiba menjadi sesuatu yang berkwalitas dan bernilai tinggi, kecuali barang imitasi!
Karenanya, Dunia Barat yang rata rata masyarakatnya sudah melek budaya, lebih senang benda benda buatan manual dan lebih menghargainya daripada barang barang hasil Industri yang siap pakai khususnya di bidang seni. Karatepun ada seninya, karena Karate, disamping bentuk visualnya yang terkadang terlihat keras, bisa juga dikesankan kasar, karate mempunyai segi keindahan yang tersembunyi dibalik bentuk lahirnya tadi, suatu keindahan yang tercipta dari hasil – Pencurahan segenap isi hati pelaku dengan segala perasaan keindahannya – Indah mempunyai arti yang relatif, tapi indah mengandung nilai yang bisa dirasakan oleh indra kita dan dinikmati oleh hampir setiap manusia secara mudah, walaupun tidak sama obyek dan penilaianya.
Salah kaprah dalam mengartikan `Full Contact System` dalam Kyokushinkai Karate ini merusak apa yang ingin Perguruan perkenalkan sejak permulaan aliran ini tumbuh; yaitu : Dua orang beradu Phisik – Tehnik dan Mental berlandaskan persiapan yang cukup dan memadai sesuai tingkat pertandingannya, bukan asal tahu memukul dan menendang, berbadan terlihat kokoh tetapi didalamnya kosong dan rapuh karena tidak dipersiapkan sesuai keharusan yang menjadi landasannya.Pertandingan hanyalah Pertunjukan Sampingan, bukan untuk tujuan utama Perguruan dalam membina warganya disamping untuk membuktikan bahwa dari hasil latihan yang benar, dapat ditarik manfaat bahwa seseorang akan `Kuat Mental danPhisik`. Bukan untuk sekedar `Show` bertujuan dangkal. Sekali tampil, timbul rasa phobi dan jera untuk bertanding lagi atau bersedia bertanding tetapi harus dirayu seperti anak kecil dengan janji janji diberi hadiah permen.
Bukan ini maksudnya. Karateka bertanding dengan sistim Pukulan – Tendangan Langsung karena yakin akan kemampuannya.Phisik – Mental – Spirit. Kalah dan menang itu faktor sebab dan akibat saja.
Full Contact System yang asal asalan ini, amat jauh dari pengertian yang sesungguhnya, mengambang dan dangkal; seolah olah dua orang petanding yang terlihat ganas beradu phisik, saling menyerang dan saling ingin menjatuhkan, sudah cukup, padahal keduanya sebagian besar adalah `Karateka Instants`, pertandingan ini sudah dianggap sebagai Pertandingan Full Contact yang sebenarnya. Muncullah Karateka bersabuk hitam yang dari luar terlihat seperti `Karateka Beneran`, padahal ganas diluar untuk sesaat sedangkan sebenarnya hampa didalam; ya mental karakternya, ya kesiapan ketahanan phisiknya, karena tidak melalui gemblengan yang memadai itu tadi. Sekedar hanya untuk `Show` dan tujuan dangkal; yaitu: Bisa menyelenggarakan Pertandingan Karate dengan Sistim Full Contact. Hal ini seperti dalam melakukan ` Tameshiwari` yang artinya ( tehnik ) atau suatu usaha memisahkan benda benda keras melalui keterlatihan bagian tubuh kita yang sistimatis dan lama. Dalam melakukan Tameshiwari, lebih baik benda yang dipukul dengan dahsyat, tidak terpatahkan daripada benda terbelah dan pecah tetapi organ tubuh kita yang digunakan untuk memukul atau menendang mengalami cedera berat. Bengkak, sakit, luka, patah akibat benturan dengan obyek dan menimbulkan kefatalan lain. Kalau ini sampai terjadi, orang akan merasa ngeri dan kecil hati, hilang rasa percaya diri untuk melakukannya dikemudian hari dan nyalinya jadi susut drastis, sukar tersembuhkan menghadapi benda keras berikutnya. Bukan seperti ini arti Full Contact yang sebenarnya. Karateka yang tergembleng baik, lahir bathin, akan selalu ingin menguji kemampuannya dan istilah `Kapok Lombok` terjadi pada dirinya.
Hal yang demikian ini terjadi pada Full Contact dimana Pesertanya Karateka Instant tadi. Terlihat hebat, berani beradu di atas panggung, bantai membantai, terlihat dahsyat tetapi setelah pertandingan; apa yang terjadi : Luluh remuk phisiknya dan yang terparah, mentalnya jadi kecut dan merosot tajam, sulit dibangkitkan kembali. Bukan kapok lombok istilahnya, yang berani mencoba lagi lain kali, tetapi kapok dan jera karena fantasi dan halusinasi yang dibayangkan lain dari kenyataan yang dialami.Tiap kali menghadapi lawan, nyalinya goyah lagi. Ini semua akibat Sistim Pukulan – Tendangan Langsung disalah artikan, lebih berbahaya lagi dimanipulasi untuk kepentingan dangkal; yaitu tadi: Asal bisa menyelenggarakan Pertadingan Full Contact System. Tanpa rasa tanggung jawab, sekedar mengejar popularitas murahan. Keadaan seperti ini yang merusak image dipandangan masyarakat luas yang oleh Perguruan telah dibangun puluhan tahun lalu dengan konsekwen dan rasa tanggung jawab yang dalam, sehingga Para Karateka yang berlaga, siap untuk maju dan maju lagi tiap kali ada pertandingan, ada rasa kecanduan dalam arti yang baik untuk lebih meningkatkan kemampuan diri karena mereka bisa merasakan nikmat dan kebanggaan sistim ini dari hasil latihannya yang intensif. Bekal cukup.Tidak pernah kapok. Badan kecil tetapi semangat, mental, keberanian tetap menyala didalam hatinya.Hal yang terjadi diluar kewajaran selalu ada tetapi prosentasinya kecil. Wajar saja.
PUGILSM
Kami ambil contoh ` Pertandingan Tinju` yang professional. Pada masa sekarang tetap sangat populer secara Universal apalagi kalau yang bertinju adalah mereka yang mempunyai nama mendunia. Yang menonton baik langsung atau melalui Layar Kaca terdiri dari rakyat kebanyakan, menengah hingga mereka yang ada diatas. Menyeluruh, mereka sanggup berkorban waktu untuk berhenti sejenak meninggalkan tugas sehari hari. Tinju yang pada masa silam dikenal dengan nama `Pugilsm` untuk memperebutkan Juara dan terutama Hadiah Uang sangat dikenal pada jamannya, terutama dikalangan dunia hitam, para petaruh dan kaum pejudi kelas berat. Dua orang diadu layaknya adu ayam jantan. Makin deras darah membasahi tubuh mereka, seolah olah makin berjingkrak dan bersemangat tepuk para penonton. Tidak tertutup kemungkinan pengunjung memang sebagian besar terdiri dari mereka yang jiwanya memang merasa terhibur dengan satu pertunjukan yang menampilkan adegan penuh kesadisan. Pugme dari kata bahasa Yunani yang berarti `Kepal Tangan` atau secara lebih luas berarti; berkelahi dengan kepal tangan. Bahasa Latin Pugmus sama dengan Kepal Tangan dan Pugil bisa berarti `Petinju`. Berkelahi ( Beradu ) dengan Kepal Tangan.Tahun 1882 untuk pertamakali John L. Sullivan (AS) merupakan cikal bakal Olah Raga Tinju saat melakukan tanding dengan lawannya, berpukulan tanpa sarung tinju, berarti dengan kepal tangan terbuka (Seiken dalam Karate) dan mendominir pertandingan pukul memukul ini dengan mengalahkan setiap lawannya hingga sekitar 1892. Sepuluh tahun bertahan sebagai Juara tanpa tandingan. Menendang tidak direkomendasikan pada tinju ini. Pertandingan tinju yang sadis pada saat itu dilakukan secara tersembunyi dan di tempat yang sulit tercium oleh Aparat Kepolisian, karena terlarang, illegal dan melanggar hukum. Cara bertanding tinju `Bare Handed` ini bebas berpukulan khususnya kearah wajah lawan sehingga salah satu knock out atau menyerah tak berdaya dan tak sanggup lagi. Umumnya, pertandingan seperti ini diorganisir Para Hartawan yang suka berjudi melalui apa saja. Belum ada pembagian kelas berat badan saat itu. ( Kelas bebas).
Pertandingan seperti ini memang terlihat kasar dan sadis karena tidak jarang seseorang. berlumuran darah sekujur tubuh karena cucuran darah dari wajahnya yang luka menganga. Akibatnya, merupakan pertunjukan yang dilarang itu tadi. Sebagai suatu yang sifatnya barbarian ( Kasar dan brutal, kurang beradab ) kalau dipertandingkan di muka umum, akibatnya, lorong lorong jorok dan tersembunyi adalah tempatnya walau penontonnya pada umumnya mereka yang kaya dan berpengaruh, terutama di dunia gangster dan penjudi tingkat tinggi. Setidaknya melalui agen agennya.
Pertandingan seperti ini bisa disebut `Full Contact` walau hanya pukulan tangan tapi tanpa pelindung ( Sarung Tinju ). Tinju yang padat ini secara langsung diperkenankan mengarah wajah dan badan lawan diatas pusar.
Dominasi John Sullivan berakhir tahun 1892 saat dia dikalahkan James J. Corbet dalam satu pertandingan yang spektakuler, tapi saat itu kedua petinju sudah mempergunakan sarung tinju walau masih tipis untuk menghindari benturan dahsyat khususnya ke wajah. Saat itu, John Sullivan terkalahkan. Era James J.Corbet sebagai penggantinya, tetapi hanya bertahan sekitar 5 tahun hingga 1897. Walau sudah memakai sarung tinju tipis tetapi pertandingan terlihat tetap kasar karena wajah siapa yang tahan menerima hajaran tinju lawan yang tak terlindung seperti sarung tinju masa kini. Hanya lebih berkurang keganasannya terlihat dari kucuran darah yang membasahi tubuh. Sekarang saja, degan sarung tinju yang kita saksikan, lebih besar dan lebih halus serta tebal masih sering membuat wajah lawan berdarah lebat.
Era John Sullivan sudah berbeda dengan era James J. Corbet. Kalau yang pertama bisa disebut sebagai Full Contact, karena beradunya pukulan ke wajah khususnya atau bagian badan atas lawan, tanpa menggunakan sarung tinju samasekali ( tanpa penyekat ), tetapi era James J. Corbet walau sarung tinjunya cukup tipis, tidak bisa disebut sebagai Full Contact. Betapapun tipisnya sarung tinju yang dipakai, tetapi harus diakui, serangan ke lawan sudah tersekat ketebalan `Sarung Tinju`, sehingga effek dan impek yang terjadi jauh dan sangat berbeda apabila dilakukan dengan kepal tanpa sarung. Apabila titik fokus bergesar atau ada sedikit sekat saja diantara pukulan dan target, maka power dan kedahsyatannya akan menurun dengan drastis sampai ke titik sasaran. Inilah perlunya kedua petinju selalu bergerak ke kanan – kiri atau kedepan – kebelakang dan juga berputar putar kepalanya menghadapi incaran pukulan lawan, agar titik fokus selalu bergerak, sulit diduga dan dikenai. Inilah gunanya sarung tinju, untuk mengurangi kekasaran yang terlihat sadis tadi. Walau tetap menyebabkan K.O lawan apabila terkena pukulan keras kearah rahang kanan atau kiri atau juga dagu dengan pukulan Hook, Upper Cut, karena keseimbangan cepat terganggu, titik titik ini merupakan tempat syaraf yang demikian sensitif dan merupakan titik lemah dalam hal keseimbangan tubuh, menjadi sasaran utama dalam bertinju. Bagian ini tidak mungkin dilatih dan akibatnya secara khusus harus dilindungi oleh para petinju. Seperti dalam Pertandingan Karate, apabila kedua titik ini terkena tendangan yang telak, robohlah si karateka tanpa kesadaran betapapun tangguhnya seseorang. Pertandingan ini terbuka dan dilegalkan karena faktor kesadisan sudah lebih banyak dikurangi dan kekasaran lebih diredam dengan makin ketatnya Peraturan dan Kuasa Perwasitan.
Tahun 1920 Pertandingan Tinju sepenuhnya dilegalisir dan makin tahun sarung tinju lebih disempurnakan, lebih halus dan tebal untuk mengurangi kucuran darah yang tidak perlu dan mencegah impek yang tak terbendung tadi. Amati bentuk sarung tinju sekarang yang benar benar jauh lebih empuk dan halus kalau kita bandingkan dengan melihat mundur kebelakang. Di jaman makin maju ini, manusia juga berusaha keras untuk menghindari hal yang bisa menyebabkan kefatalan dalam Pertandingan Olah Raga apapun, khususnya yang keras, seperti halnya sepatu sepak bolapun dan juga bolanya, makin lunak dan halus, sangat jauh berbeda dengan masa silam.Sepatunya mengerikan, bolanya kasar dan keras, bisa membuat orang pingsan apabila bersarang di kepala atau bagian lemah lain. Dengan diberlakukannya keharusan memakai sarung tinju, walau ketebalannya mungkin hanya 1 cm, khususnya pada jaman setelah Pertang Dunia I berakhir, pertandingan tinju tidak bisa disebut sebagai `Pertandingan Full Contact` – Kontak langsung.
Betapapun dahsyatnya pukulan seorang petinju, umpama yang dipertontonkan MikeTayson, tetap tinju bukan pertandingan Full Contact. Untuk kedahsyatan dan kefatalan ` Bare Handed` tadi dan mudahnya sasaran wajah untuk dibidik, sedangkan wajah tidak bisa dilatih, terletak otak yang demikian penuh riskan untuk berkali kali mengalami benturan dan goncangan, maka, pada Full Contact System` di Kyokushinkai Karate ada ketentuan tersendiri yang akan dijelaskan kemudian.
KICK BOXING
Demikian juga dengan `Tinju Muangthai` yang terkenal di dunia dengan ` Kick Boxing` yang mengadopsi pukulan tangan seperti pada tinju; yaitu: Memakai sarung tinju ( Gloves ) pada kedua kepal tangannya dan tehnik tendangan kaki seperti pada Kungfu atau Karate, untuk menghajar khususnya kedua kaki lawan agar lumpuh, menendang dagu atau ulu hati lawan dengan lutut, kaki adalah alat penopang badan yang utama, lumpuh bagian ini, terkulailah seluruh badan, tetapi pertandingan Kick Boxing ini juga tidak bisa disebut sebagai Pertandingan Full Contact, karena serangan tangan ke wajah atau badan bagian atas pusar tubuh tetap mengunakan sarung tinju, walau kaki bisa meraih kepala dan bagian tubuh lain tanpa pelindung, bagi kedua belah pihak. Maksimal bisa disebut sebagai – Semi Full Contact System -. Karena dalam Kick Boxing, tendangan lebih dominan. Kick Boxing yang sebenarnya, biasanya tendangannya berusaha menghajar kaki lawan secara gencar agar lawan cepat lumpuh dan kalau memungkinkan tendangan terfokus ke kepala.Pada Pertandingan Karate yang semula dilaksanakan dengan `Full Contact System` dengan berbagai alasan ada yang mengubahnya; sering keterlaluan, demikian protektif yang berlebih lebihan; umpama : Dada diberi pelindung, kepala memakai topi pelindung seperti helm, kaki diberi pelindung sepatu khusus, tulang kering ditutup seperti pada pemain sepakbola, lutut diberi pelindung dan tangan memakai sarung tinju. Hampir seluruh tubuh memakai Body Protectors. Petanding laksana robot. Banyak terdapat di A.S. Pertandingan seperti ini terasa aneh apabila disebut juga Full Contact. Jadi, pengertiannya menyimpang jauh dari maksud sesungguhnya yang benar. Tanpa berlatih Phisik – Mental yang memadai, seseorang bisa saja ikut pertandingan seperti ini, karena hampir seluruh bagian tubuhnya yang sensitif terlindung dari benturan langsung. Alasannya, demi kesehatan dan keselamatan ( Safety First ) para Petanding. Orang jadi manja karena tidak pernah merasai keadaan sebenarnya atau setidak tidaknya mirip dengan kejadian sesungguhnya. Kemanjaan ini sering berubah menjadi kecongkakan.
Bukan berarti pertandingan semacam ini diremehkan atau dianggap enteng dan tidak berarti, bukan itu maksudnya. Melainkan, tulisan ini ingin menjelaskan pengertian `Full Contact System` yang sebenarnya pada Kyokushinkai Karate yang dilakukan Perguruan dengan pembentukan landasan dasar yang bertanggung jawab. Membuat seorang kuat mental – phisik berdasarkan gemblengan yang sepadan dan membutuhkan waktu, bukan secara untung untungan seperti mencetak uang palsu yang `Aspal`.Sesuai dengan maksuk dan tujuan Master Oyama memperkenalkan Metode Latihan dan Full Contact Systemnya yang sinkron satu sama yang lain.
Ketahanan phisik dan mental harus dibina dengan nyata, contohnya seperti Bapak yang hidup di Desa dan Gunung sebagai lahan hidupnya. Memiliki kekebalan phisik yang alamiah karena secara langsung bersentuhan dengan alam. Dengan telanjang kaki naik – turun Gunung yang terjal dan berbatu sering runcing dan belum lagi jalan setapak penuh semak semak berduri disamping keganasan alam yang sering menerpanya. Tetapi, karena dilakukan bertahun tahun, tanpa terasa, tubuh dan bagian badannya menjadi terbiasa dan kebal serta sudah beradaptasi dengan alam sekitarnya. Hujan – Panas, bukan masalah, pekerjaannya tetap dijalankan tanpa mengalami gangguan kesehatan terutama. Apa yang nyata terlihat dan terjadi. Seolah olah bukan kakinya menjadi lecet karena keras dan tajamnya jalanan yang dilalui setiap hari, atau mengaduh kesakitan karena telapak kakinya tertusuk duri, tetapi sebaliknya, malahan batu batu tajam dan duri duri yang runcing mengaduh karena setiap hari diinjak injak tanpa berdaya oleh kaki Bapak yang sudah menebal itu tadi. Kesehatannyapun, menghadapi keadaan alam yang ganas, tidak cepat terganggu, jarang sakit karenanya. Bahkan oleh panas, angin dan hujanpun. Seperti inilah kira kira contohnya keadaan phisik – mental yang terlatih, bukan Karateka Instants tadi. Semuanya dianggap wajar dan tidak ada rasa kapok untuk mencoba lagi karena Bapak itu yang secara teratur setiap hari tetap bersemangat mengadu ketahanan phisik dan semangatnya karena yakin, bisa mengatasinya, untuk menunjang nafkah sehari hari keluarganya. Sayangnya, karena keadaan ekonomi, mungkin gizi dalam makanannya sering menjadi kendala dan hambatan kesehatannya, andaikan gizi tercukupi, maka kesimbangan akan benar benar tercapai tanpa gangguan.
FULL CONTACT SYSTEM dalam Pertandingan Perguruan; mempunyai arti bahwa : Beradunya dua orang karateka melalui tangan maupun kaki langsung pada tubuh lawan bertanding atau sebaliknya, tanpa memakai Body Protectors, inilah maknanya, dibagian badan yang manapun, kecuali dilarang menendang dan memukul pada groin ( Selangkangan ) dengan sengaja, sehingga untuk menghindari hal hal yang terjadi tanpa sengaja, digunakan Groin Protectors karena bagian ini tidak bisa dilatih dan merupakan sasaran yang mudah dikenai atau terkenai. Untuk menjaga agar pertandingan tidak terlihat kasar dan barbarian, maka dilindungi juga dengan Peraturan dan Ketentuan yang menjadi koridornya.
Memukul langsung ke wajah ( Kepala) lawan, dilarang. Karena mudahnya wajah menjadi sasaran ( Seperti pada Pugilsm ). Menendang kekepala diperkenankan karena kesulitannya tinggi dan termasuk jarang bisa fokus serta gampang dihindari atau ditepis. Dilarang semua hal hal yang tidak semestinya seperti menusuk dengan jari ke mata dan hal hal yang terlihat sadis.
Dalam pertandingan Karate yang diolah ragakan, lawan bertanding bukanlah musuh yang harus dibantai sejadi jadinya, tetapi adalah rekan bertanding yang bisa meningkatkan prestasi kita. Adu tehnik dan adu ketahanan phisik – mental adalah tujuannya. Makin berat lawan, makin tinggi semangatnya dan tehnik yang dimiliki, makin bangga seharusnya kita apabila bisa mengunggulinya secara sportif. Ini cukup. Tidak menghancurkan apalagi mencelakainya. Seperti dikatakan Laksamana Nietzschhe yang terkenal : `Kamu seharusnya bangga pada lawanmu, karena sukses lawanmu adalah kesuksesanmu juga`.
( Nardi TN – Des.2003)